Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: LEGENDA PULAU KAPAL, BANGKA BELITUNG

Kisah Kyai Pamungkas:

LEGENDA PULAU KAPAL, BANGKA BELITUNG

 

ALIH-ALIH MENDEKAP ANAK UNTUK MELEPAS RINDU, TERNYATA, YANG MEREKA TERIMA ADALAH UMPATAN DAN CACI MAKI DARI ANAK KANDUNGNYA SENDIRI…

 

Hatta, pada zaman dahulu, di tepian sungai Cerucuk, mukim sebuah keluarga teramat miskin yang bermatapencaharian sebagai pencari dedaunan dan buah-buahan hutan untuk dijual ke pasar. Yang luar biasa adalah, walau hidup dalam balutankemiskinan, tetapi, keluarga yang mempunyai seorang anak lelaki bernama Kulup itu seolah tak pernah merasa kekurangan.

 

Betapa tidak, mereka selalu saling bantu. Boleh dikata, berbagai pekerjaan selalu diselesaikan secara bersama oleh mereka bertiga agaknya, inilah yang menyebabkan, walau selalu dililit kekurangan. Namun mereka tak pernah merasakan adanya penderitaan. Bila malam datang, dengan tekun, sang ayah selalu berdoa kepada Tuhan Seru Sekalian Alam agar diberikan rezeki yang berlebih. Ya… diam-diam, ia merasa sedih dan prihatin dengan masa depan buah hatinya yang semata wayang itu.

 

Waktu terus berjalan, pada suatu hari, seperti biasa, ayah si Kulup pun berangkat ke hutan mencari rebung (anak pohon bambu. red) untuk dijadikan sayur bagi mereka bertiga. Berbeda dengan biasanya ketika sedang mencari-cari, mendadak mata Pak Kulup melihat ada sebatang tongkat yang berdiri tegak tak jauh dari rebung yang akan diambilnya. Semula ia acuh tak acuh terhadap benda tersebut Namun ketika didekati, hatinya langsung tercekat. Betapa tidak, ternyata, tongkat tersebut bersaput emas dan ditaburi dengan batu ratna mutu manikam.

 

“Ah… jangan-jangan aku bermimpi,” demikian gumamnya.

 

Tetapi setelah Pak Kulup menggigit lidahnya sendiri dan terasa gakit, maka, ia yakin kalau dirinya sedang tidak bermimpi. Rebung pun tak jadi diambil, dengan berhatihati, tongkat tersebut lalu diambil dan dibawanya pulang.

 

“Ah… sekarang aku bisa kaya mendadak,” gumamnya sambil setengah berlari.

 

Setibanya di rumah, ia mendapati si Kulup sedang berbaring karena kelelahan. Sementara, Mak Kulup sedang bertandang ke rumah tetangga.

 

“Kulup, di mana emakmu?” Ujar Pak Kulup, cari segera…”

 

“Ah… aku lelah,” jawab Kulup dengan malas sambil menggeliat. Ia tidak tahu kalau hari itu sang ayah membawa tongkat yang teramat berharga.

 

Akhirnya, dengan langkah terburu-buru, Pak Kulup pun mencari sang istri di rumah tetangganya. Melihat kedatangan suaminya, Mak Kulup pun segera berdiri dan mohon diri kepada si empunya rumah. Kini, keduanya berjalan beriringan sambil berbisik-bisik. Pak Kulup mengusulkan agar tongkat itu disimpan di rumah, dengan harapan, suatu ketika pasti ada yang mencarinya.

 

“Mau disimpan di mana? Almari pun kita tak punya,” sergah Mak Kulup.

 

Ketika si Kulup mulai tahu duduk persoalannya, ia langsung berkata, “biar tidak repot, kenapa tidak dijual saja.” Lama ketiganya terdiam. Akhirnya, dengan terlebih dahulu mengeluarkan napas berat, ketiganya sepakat untuk menjual tongkat itu ke negeri lain.

 

Singkat cerita, setelah memohon izin dan kedua orang tuanya berpesan agar selalu berhati-hati, si Kulup pun berangkat meninggalkan rumahnya.

 

Setibanya di negeri tetangga, tak lama kemudian, tongkat itupun terjual dengan harga yang sangat mahal. Sontak, Kulup pun hidup dalam gelimang harta. Tapi apa lacur, ia enggan untuk kembali ke kampung halamannya. Maklum, di perantauan ia selalu bergaul dengan anak-anak saudagar kaya dan tak pernah lagi memikirkan apa yang harus dimakan pada esok hari.

 

Di perantauan pula, akhirnya si Kulup menemukan jodohnya. Pasangan ini hidup dengan bahagia dan Kulup begitu terlena dengan kemewahan dunia. Sehingga melupakan orang tuanya yang menunggu hasil penjualan tongkat.

 

Waktu terus berlalu, 9 tahun hidup di perantauan. Kulup membeli kapal besar. Pada hari yang telah ditentukan, setelah meminta izin dan restu kepada mertuanya agar mereka selamat serta bisa mengembangkan dagangannya, kapal langsung angkat sauh.

 

Kapal pun berlayar di lautan luas berhari-hari di tengah laut, kapal merapat di muara sungai Cerucuk. Si Kulup pun teringat kembali akan kampung halaman yang telah berbilang 9 tahun ditinggalkannya. Suasana di kampung pun menjadi gaduh. Para pambeli berlomba-loma segera masuk ke kapal melihat barang dagangan, sementara sebelah sana tampak anak buah kapal menurunkan karung serta berbagai keramik dan kain.

 

Sedang di dekat tangga, suara bising mulai dari ayam, itik, angsa, burung, dan kerbau menambah suasana meriah.

 

Keunggulan barang dagangan ya dibawa oleh saudagar Kulup ternyata membuat namanya menjadi buah bibir masyarakat yang mukim di muara Cerucuk Ketika hal itu didengar oleh kedua orang tuanya, kerinduan mereka pun langsung membuncah di hati keduanya.

 

Sementara, sang emak, setelah meletakkan berbagai penganan yang dibawanya di meja dengan penuh kasih berusaha memeluk buah hatinya yang telah sekian lama menghilang…

 

Alih-alih mendekap anak untuk melepas rindu, ternyata, yang mereka terima adalah umpatan dan caci maki dan anak kandungnya sendiri. Dengan amat marah, saudagar kaya yang tak lain adalah si Kulup menghardik kedua orang tuanya.

 

“Cis… tak tahu malu! Pergi… aku tak punya orang tua seperti kalian. Pergi dan jangan kotori tempatku!”

 

Kedua orang tua itu terperangah. Keduanya tak pernah menyangka bakal mendapatkan perlakuan sekasar itu. Putus sudah harapan keduanya bisa bersendagurau dengan anak semata wayangnya.

 

Setibanya di darat, emak si Kulup pun tak mampu menahan amarahnya lagi. Ia benar-benar terpukul. Dengan hati nan luka, perempuan paruh baya itupun berkata lirih…

 

“Jika saudagar itu benar-benar anakku, si Kulup, dan tak mau lagi mengakui kami sebagai orang tuanya, mudah-mudahan kapal besar itu karam…”

 

Kata seorang ibu nan terluka bak doa yang langsung dikabulkan oleh Tuhan Seru Sekalian Alam, tak berapa lama kemudian, keanehan pun terjadi. Langit yang semula cerah langsung berubah hitam, pekat, kental Sementara petir dan halilintar saling berloncatan. Laut yang semula tenang pun langsung bergelora, ombak menerjang lambung kapal sang saudagar kaya itu. Kapal oleng ke kanan dan kiri. Semua penumpangnya panik! Dalam hitungan detik, ombak yang teramat besar pun membalikkan kapal besar itu dengan seluruh isinya.

 

Perlahan-lahan, alam pun kembali cerah dan beberapa hari kemudian, di tempat kapal yang tenggelam muncul sebuah pulau yang menyerupai kapal. Bahkan pada waktu-waktu tertentu, terdengar kehingaran orang yang sedang tawar menawar dan suara binatang bawaan si saudagar kaya. Agaknya itulah sebahnya kenapa sampai sekarang orang menyebutnya sebagai “Pulau Kapal”. Itulah hukuman bagi anak yang tak tahu membalas budi. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: MISTERI BUKIT GEGER

adminsusuk

Ngaji Psikologi Bersama Kyai Pamungkas: DISIPLIN FINANSIAL

KyaiPamungkas

Ijazah Kyai Pamungkas: Pelet Semar Mesem, Silahkan Diamalkan

adminruqyah
error: Content is protected !!