Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: ANAKKU JANGAN DIJADIKAN TUMBAL!

Kisah Kyai Pamungkas:

ANAKKU JANGAN DIJADIKAN TUMBAL!

 

KARENA SEBUAH MIMPI ANEH, SEORANG IBU MUDA RISAU DAN TERAMAT TAKUT ANAKNYA AKAN DIAMBIL OLEH KEEMPAT LELAKI YANG KERAP DATANG LEWAT MIMPINYA. MUNGKIN, ANAK SEMATA WAYANGNYA AKAN DIAMBIL SEBAGAI TUMBAL. KERISAUAN SANG IBU RUPANYA CUKUP BERASALAN KETIKA IA MENGINGAT SEJARAH KELAHIRAN ANAKNYA YANG MEMANG DILIPUTI SEJUTA MISTERI. TAK JELAS SIAPA SESUNGGUHNYA YANG MENJADI AYAH DARI ANAK INI.

 

KEPADA PENULIS, SANG IBU MENUTURKAN KISAHNYA, DAN KAMI COBA MENYAJIKANNYA KE TENGAH-TENGAH PEMBACA. SELAMAT MENGIKUTI…

 

Akhir-akhir ini, atau tepatnya sejak pertengahan April lalu, aku mengalami sebuah sensasi yang sangat aneh. Berulang kali saya mengalami mimpi didatangi oleh 4 orang lelaki misterius yang wajahnya tidak begitu kukenal. Kedatangan keempat lelaki itu bermaksud untuk merebut Rama, anakku, dari tanganku.

 

Dengan mati-matian, tentu saja aku berusaha mempertahankan anakku satu-satunya itu. Karena begitu takut, saya sampai berteriak-teriak minta tolong, agar ada seseorang yang datang untuk membantuku mempertahankan Rama.

 

Namun, tak ada seorangpun yang datang menolongku. Sampai akhinya keempat lelaki itu berhasil merebut Rama dari pelukanku, sebab tubuhku yang kurus dan tenagaku yang lemah sepertinya tak berarti apa-apa di hadapan Mereka. Keempatnya kemudian menarik Rama yang menangis karena takut.

 

Ketika Rama akan dibawa pergi, ketika itu pula seorang kakek. datang menolongnya. Menurut perasaanku, kakek ini adalah ayahku yang sejak lama meninggal dunia. Rama berhasil meloloskan diri dan langsung memeluk kakeknya untuk mendapatkan perlindungan. Aku sendiri hanya bisa menangis melihat semua ini, sampai akhirnya aku terjaga dan tidur karena dibangunkan suami.

 

“Kamu menangis dan mengigau. Pasi kamu didatangi mimpi aneh itu lagi, kan?” tanya suamiku, cemas. Ia memang sudah beberapa kali melihatku mengalami keadaan seperti ini.

 

Tidak masuk akal! Sangkalan ini kerap muncul dalam benakku. Ya, bagaimana mungkin seseorang bisa mengalami mimpi yang sama berulang-ulang? Anehnya lagi, setelah mengalami mimpi seperti ini badanku langsung pegal-pegal. dan esok harinya pasti jatuh sakit.

 

Hari, minggu, dan bulan pun berganti. Pada hari ketiga di bulan Ramadhan lalu, aku kembali didatangi oleh mimpi aneh seperti yang aku ceritakan di atas. Sekali ini, mimpi tersebut benar-benar sangat menghantui perasaanku. Aku merasa, sesuatu akan terjadi pada Rama, anak semata wayangku yang baru berusia 10 tahun. Sepertinya, ada suatu kekuatan yang akan memisahkanku dengannya. Begitu hebatnya ketakutanku, sehingga kesehatanku benar-benar drop. Aku jatuh sakit selama hampir seminggu.

 

Di tengah sakitku, bayangan keempat orang lelaki yang akan membawa Rama itu selalu menari-nari dalam pelupuk mataku. Aku terus dibayangi rasa takut kalau mimpi itu akan menjelma menjadi kenyataan.

 

Mengapa aku meyakini kalau mimpi itu bukan sekedar bunga tidur semata? Disamping karena kedatangannya yang berulang-ulang dengan alur kisah yang sama, setelah aku renungkan dan hayati, aku pun pada akhirnya meyakini kalau mimpi itu ada hubungannya dengan riwayat kelahiran Rama, atau persisnya dengan kisah masa laluku yang sangat kelam.

 

Jujur kuakui, Rama bukanlah anak dari hasil pernikahanku dengan Mas Jazuli, suamiku saat ini. Bahkan, aku tak pernah tahu siapa ayah Rama yang sesungguhnya. Semua ini terkait erat dengan masa laluku yang kusebutkan sangat kelam itu.

 

Aku memang terlahir dari sebuah keluarg yang hidup dalam keadaan serba kekurangan. Aku adalah bungsu dari lima bersaudara, yang sudah menjadi yatim ketika masih berusia 2 tahun. Jadi oleh karena itu aku sama sekali tidak pernah tahu dan mengenal siapa ayahku, bahkan fotonya saja belum pernah kulihat.

 

Setelah kepergian ayah, sudah barang tentu ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga dan harus menghidupi kelima anaknya. Karena kemiskinan itulah kami kakak beradik tidak dapat mengenyam pendidikan yang layak. Dari kelima bersaudara, hanya kakakku yang nomor tiga yang tamat SMA. Itu pun lebih dominan karena ditopang oleh kemauan dan perjuangannya yang memang tidak mengenal lelah.

 

Walau sekolahku tidak sampai tamat SMP, namun aku sendiri bersyukur sebab bisa membaca dengan lancar, juga bisa mengaji dengan lumayan baik. Bagiku ini semua sudah lebih dari cukup, mengingat keadaan kami yang memang sangat miskin.

 

Ketika memasuki masa remaja, mungkin waktu itu masih berumur belasan tahun, aku ditawari pamanku bekerja ke luar negeri. Tanpa berpikir baik dan buruk, kuterima saja tawaran ini dengan gembira. Niatku hanya satu, ingin membantu si Mbok yang sudah tua. Beliau harus hidup enak menikmati masa tuanya, tanpa perlu bekerja keras hanya untuk mendapatkan seliter beras untuk makan kami sehari-hari.

 

Ringkas cerita, aku akhirnya bisa bekerja di Hongkong, setelah sekitar 5 bulan tinggal di tempat penampungan PJTKI yang memberangkatku bersama sejumlah TKI lainnya. Masa kontrak kerja yang kutandatangani selama 2 tahun, meski hal ini tidak berjalan mulus. Kurang 3 bulan sebelum habis masa kontrak, aku dipulangkan ke Tanah Air oleh majikanku karena terkena sakit radang usus. Majikanku yang cerewet dan tak penah mengijinkanku sembahyang lima waktu atau puasa di bulan Ramadhan itu rupanya takut kalau-kalau aku akan mati di rumahnya. Karena itulah ia terpaksa berbaik hati memulangkanku ke Tanah Air sebelum habis kontrak kerjaku.

 

Semula aku berharap keadaanku akan membaik sepulangnya di Tanah Air. Namun kenyataannya kesehatanku semakin memburuk, sehingga akhirnya aku terpaksa dititipkan di rumah kakakku yang nomor 2. Persisnya di sebuah kota di sebuah propinsi di Pulau Sumatera. Setelah tinggal di rumah kakak, keadanku kesehatanku memang semakin membaik. Apalagi kakak iparku dan anak-anaknya dapat menerimaku dengan tangan terbuka.

 

Namun yang namanya hidup selalu saja ada kesalahpahaman. Itulah yang terjadi. Suatu hari aku harus berselisih paham dengan kakakku. Kalau tak salah waktu itu kakak menyerankan agar aku kembali bekerja sebagai TKI di Hongkong, sebab gajinya yang memang lumayan besar. Namun kutolak tawaran ini dengan mentah-mentah, sebab aku tahu persis bagaimana keadaan di Hongkong. Banyak sekali TKI diperlakukan layaknya budak, atau bahkan binatang. Setidaknya aku pernah mengalami kenyataan buruk ini. Aku juga tak mau dikafirkan hanya karena uang, sebab nyatanya hampir semua majikan di Hongkong melarang kami sholat dan berpuasa di bulan Ramadhan.

 

Penolakanku rupanya membuat kakakku sangat berang. Begitu berangnya sampai-sampai ia tega mengusirku dari rumahnya. Demi mempertahankan prinsip dan pendirianku, akhirnya aku terpaksa pergi dari rumah kakak dan berniat pulang ke kampung halamanku di Jawa Tengah. Dengan bekal uang seadanya, aku naik bus dari kota P menuju ke kota S di Pulau Jawa. Waktu perjalanan yang dibutuhkan tidak kurang dari 15 jam lamanya. Dari sinilah babak baru kehidupanku bermula.

 

Dalam perjalanan di bus, aku sempat berkenalan dengan seorang pria yang kebetulan tujuannya sama denganku. yakni ke kota S. Pria yang usianya jauh lebih tua dibandingkan denganku ini bersikap sangat baik dan kebapakan, atau istilah Jawa-nya ngemong. Tentu saja aku pun sangat respek padanya, dan aku merasa beruntung sebab dipertemukan dengan ternan seperjalanan yang sangat baik padaku. Ia tidak hanya mentraktir aku makan dan minum. tapi juga bersedia mengantarkanku pulang ke kampung halamanku yang berjarak sekitar 3 km dari terminal bus di kota S.

 

“Daripada kamu duduk sendirian di sini, lebih baik ikut saja ke rumah Bapak Pagi-pagi nanti biar Bapak antar ke kampungmu!” kata pria yang sebut saja bernama Samijo itu sambil duduk di sadel sepeda motornya.

 

Karena perjalanan yang relatif lancar, rupanya bus yang karni tumpangi tiba lebih awal yakni sekitar pukul 03.00 dinihari. Padahal biasanya bus baru tiba sekitar pukul 05 pagi, sehingga sudah banyak angkutan umum yang beroperasi.

 

“Biar saya di sini saja, Pak! Sebentar lagi juga pagi,” jawabku yang merasa tak enak hati menerima tawarannya.

 

“Alaaah… sudahlah! Tak baik anak gadis nongkrong di terminal sendirian. Apalagi ini masih malam. Ayo, cepat ikut Bapak!” desak Samijo dengan ramah dan sangat meyakinkan.

 

Sebagai gadis lugu yang belum makan asam garam kehidupan, aku mungkin masih terlalu naif. Aku tidak menyadari kalau kebaikan lelaki itu sesungguhnya hanya tipu muslihat. Ya, Samijo tidak membawaku mampir ke rumahnya, melainkan ke sebuah losmen. Dengan gusar aku berusaha memerotesnya.

 

“Kenapa ke sini, Pak?” tanyaku dengan gemetar.

 

“Rumah Bapak masih jauh, dan sepertinya Bapak sangat lelah. Kita istirahat di sini saja,” jawabnya sambil meringis seperti kecapekan.

 

Walau ada gelagat buruk yang kutangkap, namun kucoba untuk mengesampingkannya. Terlebih ketika Samijo pergi meninggalkanku di kamar dengan alasan ingin membeli rokok dan makanan kecil.

 

Kurebahkan tubuhku di tempat tidur bertilam putih itu. Karena kelelahan yang mendera tubuh dan otakku, entah berapa lama kemudian aku tertidur, Namun, aku masih sempat mendengar suara Samijo ketika ia datang dan kemudian mandi. Bahkan aku juga tahu ketika lelaki ini tidur di sebelahku dengan hanya mengenakan handuk.

 

Celakanya, aku sulit memberontak ketika tubuh Samijo yang kekar itu menindih tubuhku yang mungil. Aku berusaha melawannya, namun apalah artinya tenagaku jika dibandingkan dengan tenaganya. Anehnya lagi, ketika bermaksud berteriak lidahku sepertinya sudah berubah kelu, sehingga akhirnya aku hanya bisa pasrah membiarkan Samijo merenggut kehormatanku.

 

Entah berapa lama adegan jahanam itu berlangsung. Yang pasti, tanpa rasa sesal Samijo menatap dan menciumku dengan senyum penuh kemenangan.

 

“Aku tidak menyangka kalau kau masih perawan ting-ting, Ndo!” katanya. Kulihat wajahnya berubah menjadi lebih tua. Namun anehnya setelah mandi, wajahnya malah berubah menjadi lebih muda dari sebelumnya.

 

Tak bisa kulukiskan dengan kata-kata bagaimana hancurnya perasaanku setelah kejadian ini. Terlebih lagi, sejak berhasil merenggut kegadisanku, Samijo jelas-jelas memperlakukanku sebagai barang mainannya. Ia membiarkan tubuhku bak piara bergilir, yang bisa dinikmati oleh keempat orang lelaki lain yang tentu saja adalah teman-temannya. Masih kuingat kata-kata yang diucapkan oleh Samijo kepada keempat kawannya, yang rata-rata berusia separuh baya itu.

 

“Saiki eneng bocah anyaran. Engko yen kowe seneng kenek digawe gentenan (Sekarang ada anak baru. Nanti kalau kamu senang bisa dipakai gantian).”

 

Semenjak itulah aku bagaikan terkena hipnotis. Tanpa kusadari hidupku seakan berubah menjadi seorang gadis panggilan, yang berpindah dari pelakukan satu lelaki ke lelaki lainnya di antara keempat bapak-bapak yang diperkenalkan oleh Samijo. Herannya, aku bagaikan seekor kerbau yang dicucuk hidungnya, sehingga sama sekali tak bisa menolak kemauan mereka. Atau mungkinkah aku memang berada dalam kendali suatu kekuatan gaib?

 

Saya tak dapat menjawabnya dengan pasti. Hanya saja, setelah 5 bulan berlalu, aku mulai ngidam. Sudah barang tentu aku tak tahu pasti anak siapakah yang kukandung, sebab setelah Samijo yang merenggut kegadisanku, keempat lelaki itu secara bergiliran dan berulang kali terus meniduriku. Aku hanya bisa pasrah, dan sekali waktu berniat bunuh diri, meski kegilaan ini akhirnya kuurungkan.

 

Ketika usia kehamilanku menginjak bulan keenam, aku tak dapat lagi menyembunyikannya, mengingat kondisi perutku yang semakin membesar. Kehebohan pun terjadi di dalam keluargaku. Keempat kakakku mengintrogasiku dan menanyakan siapa lelaki yang telah meniduriku. Aku tak bisa menjawab walau dengan sepatah katapun, kecuali hanya menggeleng dan menangis.

 

Ya, bagaimana mungkin aku bisa menjelaskan rentetan peristiwa yang menimpa diriku? Semua itu seolah-olah berlangsung di luar kesadaranku. Bagaimana mungkin pula harus kukatakan bahwa janin yang ada dalam perutku adalah hasil perbuatan 5 orang lelaki sekaligus?

 

Sekali lagi, sungguh sulit bagiku untuk menjelaskannya. Aku hanya bisa pasrah andai harus dibunuh oleh kakakku sekalipun, karena mereka begitu marah melihat aib yang sudah telanjur melekat di tubuhku.

 

Masih kuingat bagaimana ketika itu si Mbok jatuh pingsan, karena ia tak tega melihatku jadi sasaran kemarahan keempat kakakku. Suasana pun mereda karena keempat kakakku harus lebih dulu mengurusi si Mbok dan menenangkannya.

 

“Biarkan anak itu lahir, dan si Mbok akan merawatnya!” kata si Mbok ketika sadar dari pingsannya. Ini sekaligus menjawab usulan kakak keduaku yang berniat menggugurkan kandunganku.

 

Hari-hari selanjutnya kujalani dengan penuh duka nestapa. Bisa dibayangkan betapa beratnya harus menjalani masa kehamilan dengan tanpa kejelasan ayah dari bayi yang kukandung. Aku berusaha sekuatnya agar tetap tegar, menanti detik-detik kelahiran si jabang bayi yang ada dalam rahimku.

 

Ketika usia kandunganku menginjak bulan ke tujuh, suatu keanehan terjadi atas diriku. Sore itu keadaan rumah sepi. Setelah bangun dari tidur siang, entah kenapa aku merasakan kehausan yang teramat sangat. Dengan langkah pelan aku pun mengambil cerek di atas meja dan langsung menenggak isinya. Anehnya, walau air satu cerek sudah habis, namun dahagaku belum juga terobati. Karena itulah kemudian kudekati gentong di dapur dan langsung mengambil gayung untuk meminum airnya.

 

Bergayung-gayung air kuminum bahkan sampai isi gentong itu hampir tandas, namun sekali lagi tetap saja tidak dapat mengusir rasa haus dari kerongkonganku. Karena itulah keputuskan untuk mandi. Dan entah kegilaan apa yang terjadi padaku waktu itu, sambil menimba air pun tak henti-hentinya kereguk air sumur sampai kemudian aku selesai mandi.

 

Kegilaan tak berhenti hanya sampai di sini. Selepas mandi rasa haus masih saja menyerangku. Karena itu aku kembali ke gentong dan mengambil gayung. Namun, baru kira-kira minum tiga gayung, mendadak kepalaku sakit dan seperti berputar-putar. Suhu badanku juga berubah sangat tinggi dan aku menggigil kedinginan.

 

Sambil berbaring di atas tempat tidurku yang usang, aku hanya bisa menangis seorang diri. Dunia seketika berubah gelap dan sepertinya aku akan mati. Seolah bermimpi kemudian kurasakan kalau aku telah berada di suatu tempat yang sangat asing. Mulanya aku sendiri, tapi kemudian datang 5 orang yang bergerak menghampiriku. Kelima orang itu terdiri dari 3 orang pria berbadan kekar dan mengenakan pakaian seperti prajurit di zaman kerajaan, sedangkan yang dua orang lagi perempuan. Satu dari perempuan itu berusia sekitar 50-an tahun, sedangkan yang satunya lagi berusia sebaya denganku, dan dia juga dalam keadaan hamil seperti diriku. Bahkan anehnya, wajahnya juga sangat mirip denganku.

 

Aku sangat ketakutan ketika perempuan muda yang sedang hamil itu menatapku dengan penuh amarah, dan kemudian memerintahkan ketiga pria yang sepertinya adalah para pengawalnya itu agar segera membawaku pergi. Lalu, dengan sangat kasar ketiga pria itu berusaha menyeretku. Bahkan karena aku terus berusaha melawan, salah satu dari pria itu langsung membopong tubuhku di pundaknya.

 

Aku menjerit-jerit meminta tolong, namun sepertinya tak ada seorang pun ️yang mendengarnya. Sampai kemudian aku dilemparkan ke suatu tempat yang sangat mirip dengan kandang sapi, yang di atasnya terhampar onggokan jerami yang masih basah. Tubuhku dilemparkan di atas jerami jtu sampai aku mengaduh kesakitan. Melihat penderitaanku, kelima orang itu malah tertawa dengan penuh kesenangan.

 

Setelah puas tertawa, perempuan muda yang sedang hamil dan wajahnya mirip denganku tadi langsung menghampiriku. Dengan geram ia menjambak rambutku sambil berkata, “Mbah, bocah iku diapakno yo penak e (Mbah, anak ini diapakan ya enaknya)?”

 

Lalu perempuan yang mungkin adalah ibunya itu menjawab, “Yo, sakarepmu toh, Ndok. Aku mung nuruti kowe (Ya, sesukangu toh, Nak. Aku hanya menurutimu)!”

 

Mendengar jawaban ibunya, perempuan hamil itu langsung menampari wajahku, sampai aku menjerit-jerit dibuatnya. Namun, mendengar jeritanku seolah dia malah kegirangan dan semakin genjar lagi menampari wajahku, sampai mataku perih dan wajahku terasa berubah sangat tebal.

 

“Ampuuun…apa salahku sehingga aku disiksa seperti ini?” rintihku di sela tangis.

 

Perempuan muda yang sedang hamil itu tertawa dan kemudian berkata dalam Bahasa Jawa yang artinya kira-kira begini, “Kau dan anak yang ada dalam perutmu itu sudah dipersembahkan kepada kami. Jadi bersiaplah untuk mati dan menjemput takdirmu.”

 

Setelah berkata demikian, perempuan itu kemudian pergi bersama Mboknya. Namun sebelum itu ia meminta ketiga pengawalnya agar tetap menjagaku.

 

Beberapa saat setelah kedua perempuan karena lelah dan tak kuat menahan sakit. Namun, entah berapa lama tertidur, tiba-tiba kurasakan ada tangan yang lembut dan hangat mengusap wajahku. Aku terjaga.

 

Di hadapanku telah berdiri seorang kakek dengan mengenakan pakaian yang semuanya berwarna hijau muda atau hijau pupus. Di sebelahnya berdiri juga seorang wanita muda yang sangat cantik dengan pakaian kuning keemasan. Wanita ini kemudian menyodorkan sebuah kendi kecil kepadaku.

 

“Minumlah, Ndok!” kata si kakek berpakaian hijau pupus.

 

Lalu, dengan penuh kelembutan dan kesabaran si kakek menyuruhku pula untuk membaca BISMILLAHIROHMANIROHIM, sebelum aku meminum air dari kendi kecil itu. Dengan dahaga kuminum air kendi itu.

 

Setelah aku selesai minum, si kakek dan wanita muda itu kemudian memelukku sambil tak henti mengucapkan lafadz BISMILLAHIROHMANIROHIM. Anehnya, seketika itu aku pun kembali merasa tertidur lelap.

 

Entah berapa lama aku tertidur, ketika terjaga aku pun sangat terkejut sebab sudah banyak orang yang mengerumuniku. Mereka tak hanya si Mbok dan keempat kakakku, tapi juga para handai taulan dan tetangga. Yang lebih mengejutkan lagi, saat itu aku sudah tak lagi berada di dalam kamarku yang pengap dan usang, melainkan berada di ruang tengah rumah kami yang sederhana. Yang membuatku terharu semua orang nampak bertangisan.

 

Sekitar seminggu setelah kejadian itu si Mbok baru bercerita bahwa menjelang Magrib itu aku pingsan. Namun dalam keadaan mata terpejam aku menjerit-jerit Setelah itu aku pingsan lari dan disangka sudah mati bersama bayi yang ada dalam kandunganku.

 

Kini, sudah hampir 10 tahun peristiwa itu berlalu. Meski bagiku seperunya baru saja terjadi kemarin. Delapan tahun pula aku sudah membina rumah tangga dengan Mas Jazuli, lelaki yang begitu pengertan atas segala kelebihan dan kekuranganku. Banyak orang yang menyangka kalau Rama adalah anak dari hasil perukahan kami. Padahal, Rama adalah anak dari hasil kebejatan kelima lelaki yang telah memperdayaiku. Namun, baik aku maupun Mas Jazuh sangat menyayangi anak ini, sebab dia tak hanya cerdas tapi sekaligus juga sangat penurut kepada kami orang tuanya. Lebih dari itu, aku juga meyakini anak ini menyimpan kelebihan, sebab sudah beberapa kali aku melihat ada cahaya kuning keemasan yang menyelimuti tubuhnya di saat ya sedang tertidur pulas. Ketika aku melihatnya, seketika cahaya itu raib entah kemana.

 

Namun, mimpi aneh sebagaimana kuceritakan di awal kisahku, yang telah datang berulang kali, sejujurnya sangat membuatku cemas. Aku merasa sangat takut akan terjadi sesuatu yang buruk pada diri Rama. Aku tak ingin kehilangan anakku, apalagi jika ternyata kematiannya berhubungan dengan apa yang disebut sebagai tumbal, seperti ancaman perempuan hamil yang datang dalam mimpiku itu. Karena itulah aku sangat membutuhkah penjelasan atas masalah ini… Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Panggonan Wingit: PUNDEN SENTONO AYU, TEMPAT RITUAL BUGIL WANITA MALAM

KyaiPamungkas

Panggonan Wingit: KEANGKERAN POHON KARET, BANDUNG

KyaiPamungkas

Panggonan Wingit: HARTA KARUN DI GUNUNG EMAS

KyaiPamungkas
error: Content is protected !!