Kisah Kyai Pamungkas:
DIGUNA-GUNA DUA LELAKI
Rudi bukan hanya mengguna-gunaiku saja, namun juga keluargaku. Tidak heran jika mereka begitu marah ketika aku menolak perjodohan dengan Rudi. Di satu sisi, Bowo pun tak kalah keji karena mengguna-gunaiku sehingga aku terbius bujuk rayunya dan merelakan keperawananku padanya…
Mulanya aku merasa aneh pada diriku, setiap kali Rudi, laki-laki pilihan orang tuaku, datang ke rumah pada malam minggu aku senang dan bahagia. Namun di dalam hatiku terasa sakit dan menangis. Ada apa dengan diriku? Itu yang selalu menjadi pertanyaan di hatiku.
Perasaan bingung, stres, linglung itu yang selalu aku rasakan selama beberapa bulan belakangan ini. Perjodohanku dengan Rudi, laki-laki pilihan orangtuaku membuat diriku stres berat. Sebab sebenarnya aku tidak pernah menyetujui rencana perjodohan orang tuaku itu, Aku bingung harus bagaimana menolak dan menghadapi perjodohan dengan orang yang tidak pernah aku cinta dan harapkan menjadi pendamping hidupku sampai kakek nenek. Dan akibat dari perjodohan itu, aku juga harus kehilangan orang yang benar benar aku cintai, Raka.
Saat ini aku masih kuliah di luar kota. Aku tinggal di kost-kostan dengan Lilik, sahabat karibku. Setiap hari aku menangis meratapi nasibku yang kehilangan cintaku dan harus menikah dengan laki-laki yang tidak pernah aku cintai. Sahabatku itulah yang selalu menghiburku dikala aku mengalami stres memikirkan perjodohan yang tidak aku inginkan, yang juga selalu memberikan solusi bagaimana aku harus menentukan langkahku ke depan.
Setiap hari aku selalu memikirkan dan mencari cara bagaimana menolak perjodohan yang diprakarsai orang tuaku itu. Sering ketika cara itu sudah aku dapatkan, dan aku susun dengan rapi dan bertekad untuk segera mengatakannya kepada kedua orang tuaku, tapi segala yang sudah aku susun rapi di otakku mendadak hilang.
Seperti pada hari Sabtu sore beberapa waktu lalu, aku yang pulang kampung ingin segera menyelesaikan dan mencoba menolak perjodohan, sampai di rumah dengan dijemput keponakanku. Sesat ketika kakiku melangkah masuk ke dalam rumahku yang sederhana itu semua kata-kata penolakanku yang sudah aku susun rapi di otakku benar-benar mendadak hilang, tanpa satupun ku ingat apa yang ingin aku bicarakan. Aku seperti linglung, stres dan tanpa tujuan. Hal itu sudah beberapa kali aku rasakan, setiap kali aku pulang ke rumah, pikiranku tak karuan, bingung.
Namun anehnya aku tidak tahu apa yang sedang aku pikirkan, semuanya kosong. Ibaratnya melangkah tanpa tujuan. Perasaan itu selalu aku rasakan setiap pulang ke rumah. Anehnya lagi saat aku kembali kuliah dan tinggal di tempat kostan, perasaanku normal kembali.
Sampai akhirnya aku ketemu Bowo, teman lamaku. Dulu dia sempat suka padaku. Sejak pertemuan tanpa sengaja dengan Bowo, pertemuan pertemuan berikutnya berlanjut, kami menjadi lebih sering jumpa dan Bowo pun menjadi teman curhatku. Semua masalah dan keganjilan yang selama ini kuhadapi, aku ceritakan semua kepadanya. Bowo sangat perhatian denganku. Dia selalu memperhatikan, bahkan meneleponku setiap hari.
Semenjak ada Bowo perasaanku sedikit tenang. Dia teman yang baik. Sampai akhirnya dia mengutarakan isi hatinya lagi kepadaku, entah kenapa hatiku senang dan aku menerimanya. Semenjak jadian dengan Bowo, aku terkesan seperti kerbau dicucuk hidungnya, selalu saya menuruti apa kemauannya. Aku seperti memasrahkan semua hidupku kepadanya. Bahkan sampai keperawanaanku pun aku relakan kepadanya. Ada kemarahan yang muncul itu tak pernah bisa aku ungkapkan setiap kali aku bertemu dengannya. Seolah hidupku dikendalikannya.
Sekarang kebingunganku semakin memuncak. Karena tidak hanya di rumah, namun setiap kali aku bersama Bowo, akupun merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan selama ini bila aku berada di rumah. Aku seperti tidak bisa berpikir normal lagi. Di rumah aku seakan dikendalikan oleh kedua orang tuaku dan Rudi. Sementara saat bersama Bowo, aku merasa dia yang mengendalikanku. Pikiranku hanya normal saat aku ada di tempat kost bersama Lilik.
“Mungkin itu perasaan kamu saja, Kris. Kamu merasa tenang di kostan karena tak kepikiran untuk harus mau menerima perjodohan,” kata Lilik saat aku menceritakan isi hatiku kepadanya.
Yak ku semakin tidak bisa mengendalikan sendiri, aku bingung, stres dan engan semua itu. Sekarang tidak di rumah atau di dekat Bowo saja merasakan semua kebingunganku, un dimanapun aku pergi selalu muncul saan itu sampai akhirnya semua yang aku lakukan salah, nggak karuan, semua tugas tidak pernah aku kerjakan dan ujian pun aku tidak konsen. Alhasil, semua menjadi anjlok. Dulu nilaiku selalu dapat A, tapi sekarang semua jadi C. Sampai semua dosen yang ngajar mata kuliah jadi jengkel denganku. Di kelas aku jadi sering melamun dan setiap kena tegur, aku hanya bisa menangis dan menangis.
Guncangan demi guncangan aku lalui dengan pikiran kosong. Semua membuatku semakin terpuruk. Badanku mulai lihat kurus, karena pola makanku yang tak teratur. Kerjaku hanya melamun dan melamun saja. Lilik yang merasa kasihan melihatku kondisiku yang sudah seperti orang gila, untuk menghiburku, Lilik mengajakku jalan-jalan ke rumah saudara orangtuanya di Jombang, Jawa Timur.
Benar saja di sana aku bisa merasakan dan menikmati suasana baru, pedesaan yang tenang, nyaman dan tanpa beban. Sesampainya di sana kami bertemu dengan keluarga Kyai Pamungkas, paman Lilik. Beliau sangat baik, istrinya pun juga baik. Entah kenapa Kyai Pamungkas sejak pertama melihatku ia begitu terkejut. Dia seperti melihat ada dua bayangan lain yang mengikutiku. Awalnya aku tidak menggubrisnya, sampai ku tahu ternyata Kyai Pamungkas adalah ‘orang pintar’ yang sering mengobati orang sakit karena diguna-guna atau orang yang terkena santet.
“Pamanku itu orang pintar, makanya aku ajak kamu ke sini untuk menghilangkan segala stres yang kau rasakan, sekaligus uga biar kamu bisa konsultasi dengan pamanku tentang semua masalahmu dan semua yang kau rasakan selarna ini,” kata Lilik sewaktu kami lihat Kyai Pamungkas sedang mengobati salah satu pasiennya yang diguna-gunai oleh rekan kerjanya.
Aku semakin yakin dengan apa yang aku alami akhir-akhir ini, apa yang aku rasakan selama ini bukanlah dikarenakan stres yang biasa. Sejak aku berada di rumah Kyai Pamungkas, aku merasa semua masalah yang membuatku bingung bahkan stres, seperti hilang tanpa sisa. Pikiranku seperti terbuka dengan gamblang bahkan tentang statusku dengan Bowa.
Aku tidak menyangka kalau aku sudah bersama dengannya selama dua bulan ini. Bahkan sekarangpun aku merasakan, bahwa sebenarnya aku tidak punya perasaan apa-apa dengannya. Aku merasa bingung sendiri, apa yang telah membuatku jatuh hati kepadanya beberapa bulan belakangan ini.
Sesuai saran Lilik, akupun menceritakan semua masalahku kepada Kyai Pamungkas, tak ada yang aku lewatkan. Awalnya Kyai Pamungkas hanya tersenyum mendengar ceritaku. Lalu beliau memintaku untuk melepas kalung pernberian ibuku beberapa bulan yang talu dan juga meminta handphone pemberian Bowo.
Awalnya aku ragu dengan permintaan Kyai Pamungkas, namun akhirnya aku menuruti permintaannya itu. Aku berikan kalung dan juga Hpku. Entah apa yang Kyai Pamungkas lakukan dengan dua benda mati itu, tiba-tiba saja aku lemas dan pingsan. Saat aku sadar aku sudah berada di tempat tidur di kamar tamu rumah Kyai Pamungkas.
“Ternyata dugaanku benar Kris, kamu sudah diguna-gunai oleh dua orang sekaligus,” kata Lilik saat melihatku sadar. Aku bingung dengan maksud Lilik, siapa yang mengguna-gunaiku? Orang tuaku? Atau Bowo? Atau dua-duanya?
“Begini Nduk, jika selama ini kamu seperti stres dan seperti orang linglung, itu karena hidupmu ada yang mengendalikan. Jelasnya ada dua orang yang mengendaiikan kamu. Katung dan Hp yang kamu pakai itu ada jampi-jampinya,” jelas Kyai Pamungkas panjang lebar.
Aku menangis, betapa teganya kedua orangtuaku dan juga Bowo padaku. Ya Allah, dosa apa yang telah aku lakukan?
“Terus bagaimana caranya untuk mengiulangkan jampt-jampinya, Pak?” tanyaku. Aku sudah tidak tahan ingin rasanya membuang dua benda itu, namun Kyai Pamungkas melarangnya.
“Kembalikan saja kepada pemiliknya Nduk, jangan dibuang. Kalau dibuang nanti bisa balik lagi,” kata Kyai Pamungkas padaku. Sesuai dengan perintah Kyai Pamungkas, kalung dan Hp itu aku simpan dan tidak aku pergunakan lagi. Setelah beberapa hari aku tidak menggunakan kedua benda itu lagi, aku merasa kesadaranku semakin membaik, baik di tempat kost ataupun di kampus.
Tiba pada akhir pekan, waktunya aku pulang ke rumah. Seperti biasa aku pulang dijemput oleh keponakanku. Sesampainya di rumah, aku merasakan hawa yang beda dari rumahku. Namun perasaanku yang dulu aku rasakan sudah tidak ada lagi. Sesuai pesan Kyai Pamungkas sebelum aku masuk ke dalam rumahku aku membaca Ayat Kursyi dan mulai melangkah dengan kaki kananku dulu.
Seperti biasa setiap malam minggu Rudi datang ke rumah. Saat itu aku tidak merasakan apa-apa, selain rasa benci yang membuncah. Aku membiarkan dia duduk di ruang tamu rumahku dengan ditemani bapakku. Aku benar-benar tidak mau menemuinya. Orang tuaku heran dengan perubahan sikapku. Namun kemudian ibu membujukku untuk menemuinya. Aku tidak kuasa untuk menolaknya sehingga aku pun keluar dan menemuinya. Spontan dia bertanya saat rnelihatku tidak menggunaka kalung yang biasa aku pakai. Aku heran dengan sikapnya. Dia tampak begitu marah saat aku tidak mengenakan kalung itu.
Apa hubungan laki-laki itu dengan kalung pemberian ibuku beberapa bulan itu? Semua kebingunganku teriawab ketika ibu menjelaskan Dahwa kalung yang selama ini aku pakai adalah pemberian Rudi. Saat itu juga kemarahanku memuncak, seperti pesan Kyai Pamungkas, aku kembalikan kalung itu kepada yang punya. Malam itu juga aku tegaskan kepada kedua orang tuaku bahwa menolak perjodohan itu.
Malam itu kedua orang tuaku marah besar dengan sikapku yang menolak perjodohan itu. Mereka menganggap aku sebagai anak durhaka yang berani menentang keputusan orang tuanya. Aku menangis saat semua orang memarahiku, menyalahkanku, bahkan bapakku yang selama ini menyayangiku dan tidak pernah memarahikupun sekarang hanya diam terpaku melihatku terpojokkan.
Awalnya aku tidak ambil pusing dengan kemarahan semua keluargaku. Namun herannya, setelah hampir lewat satu bulan, keluargaku tetap masih marah. Yang lebih mengherankan lagi keluarga besar simbahku sampai tidak mau mengakui aku sebagai cucunya lagi. Aku merasa ada,yang aneh dengan semua sikap dan kemarahan mereka yang tak kunjung reda. Apalagi tidak biasanya mereka sampai semarah itu.
Lalu aku pun memutuskan untuk kembali pergi ke rumah Kyai Pamungkas. Aku meminta Lilik untuk mengantarkan ke sana. Kepada Kyai Pamungkas, aku utarakan tentang kemarahan semua keluargaku itu.
“Semua keluargamu sudah dikendalikan oleh laki-laki itu, mereka marah padamu karena dikendalikan laki-laki itu Nduk. Kalau memang kamu mau menyelamatkan keluargamu ambillah ini. Tanamlah benda ini di depan rumahmu. Insya Allah ini bisa mengusir semua apa yang sudah laki-laki itu sebarkan pada keluargamu,” kata Kyai Pamungkas.
Aku pun kaget mendengar penjelasai Kyai Pamungkas. Ternyata dugaanku selama ini benar. Aku semakin geram dengan sikap Rudi diiringi rasa benciku yang semakin memuncak. Saat itu juga, setelah dari rumah Kyai Pamungkas aku langsung pulang ke rumah ditemani Lilik yang selalu setia mendampingiku.
Beruntungnya sesampainya aku di rumah, suasana sedang sepi, karena bap dan ibuku pada jam-jam tersebut masih sawah. Dengan segera aku menanam jimat pemberian Kyai Pamungkas, tepat di depan pintu rumahku, sesuai petunjuknya.
Saat malam tiba, aku mulai merasat walau perlahan kemarahan keluargaku sepertinya sudah sedikit mereda. Merek sudah mau ngobrol santai denganku sepertinya tidak ada masalah belakangan ini. Bahkan sama sekali tidak terlihat lagi mereka marah kepadaku. Saat pukul dua malam aku terbangun dari tidur, segera aku melakukan sholat tahajud lalu meminta perlindungan kepada sang Maha Pencipta.
Saat aku selesai sholat, tiba-tiba seperti ada benda keras yang menghani dinding rumahku. Suara yang cukup ker itu membuatku terlonjak kaget. Bapak sampai terbangun dari tidurnya. Bersama bapak, aku lantas mencari tahu asal suara itu. Namun setelah lama mencari, kami menemukan apa-apa. Ketika suara itu terdengar lagi, bapak melarangku untuk mencari tahu asal suara itu.
Setelah adzan Subuh berkumandan bapak melihat cahaya merah terang dari samping rumah Pada saat kami dekat cahaya itu sudah hilang. Bapak meminta untuk membiarkannya dan kami berani pergi ke Masjid.
Siangnya Rudi datang ke rumah dengan marah-marah. Semua keluargaku kaget melihat sosok pemuda yang dulu selalu ramah dan santun kepada mereka, tiba-tiba sekarang berubah seratus delapan puluh derajat. Dia menjadi garang dan berkata kasar kepada keluargaku. Aku yang memang menyimpan rasa marah bertambah geram melihatnya yang datang marah-marah tidak jelas. Aku menghardiknya dengan kata-kata tidak kalah kasar. Aku ungkapkan semua yang sudah dia perbuat padaku dan juga keluargaku. Setelah mendengar semua omelanku, Rudi pun pergi dengan ekspresi wajah yang tidak percaya dengan apa yang sudah aku katakan tadi, ditambah lagi rasa malu karena aku buka rahasia yang telah mengguna-gunaiku sekalis seluruh keluargaku. Sejak saat itu keluargaku kembali seperti dulu lagi, bahkan keluarga Rudi datang meminta maaf kepada keluargaku.
Sejak saat itu keluargaku kembali seperti dulu lagi, bahkan keluarga Rudi telah datang meminta maaf kepada keluargaku. Namun masalah belum selesai. Bowo yang selama ini aku sudah biarkan begitu saja menuntut penjelasan. Dengan gaya meyakinkan dia datang ke tempat kostku. Bahkan dia sempat marah-marah. Aku yang sudah menduga akan hal ini tidak kaget melihatnya. Melihat ekspresiku biasa-biasa saja, Rudi semakin marah. Dia berkata kasar. Sampai semua anak kos mendengarnya. Karena tidak mau membuat keributan aku pun segera mengembalikan Hp pemberiannya dan meminta putus darinya.
“Aku minta kita putus saja. Cintamu untukku tidaklah tulus. Aku sudah tahu apa yang kamu lakukan kepadaku selama ini. Tidak kusangka begitu hinanya perbuatanmu padaku. Kamu buat aku tak berdaya dalam kendalimu. Segeralah kamu pergi jauh-jauh dariku. Aku tak mau melihatmu lagi!” Kataku waktu itu. Rasa sakit hatiku kepadanya membuatku semakin membenci dirinya.
Semenjak kejadian di kost-kosan itu, Bowo tak lagi menghubungiku. Aku bersyukur dia tidak berusaha mencoba menemuiku lagi. Akupun kini mencoba menata hidupku lagi dengan dukungan keluargaku, teman-temanku dan juga Raka kekasihku yang kini kembali lagi dan masih mau menerima aku apa adanya. Sedikit demi sedikit aku bisa menata kuliahku yang sempat berantakan. Terlebih, dan ini yang membuat aku kembali semangat, keluargaku mau menerima Raka sebagai pacarku.
Kejadian ini telah memberikan aku dan keluargaku pelajaran yang banyak sekali. Kami pun tidak lupa mengucapkan syukur kepadaNya dengan mengadakan doa bersama di rumah, dan memberikan sedikit sedekah kepada fakir miskin. Dan ucapan terimakasih tak lupa Kusampaikan kepada Pak Kardi yang sudah membimbingku selama ini, juga sahabatku Lilik yang sudah. membantuku dan mendukungku. Tidak lupa ucapan terima kasihku kehadirat Allah SWT yang telah menyelamatkan kami dari pengaruh guna-guna yang ditebar Rudi pada keluargaku.
Semoga dengan kejadian ini bisa memberi pelajaran bagi kita semua yang membacanya. (Seperti diceritakan oleh Rina sepada penulis, pada akhir tahun 2011). Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)