Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: 16 TAHUN MENDERITA SANTET BISU

Kisah Kyai Pamungkas:

16 TAHUN MENDERITA SANTET BISU

 

ENAM BELAS TAHUN LAMANYA PEREMPUAN INI HARUS MENDERITA KARENA DISANTET GAGU. SEPANJANG WAKTU ITU IA KEHILANGAN SUARANYA. BAGAIMANA IA MELALUI HIDUPNYA SEBAGAI SEORANG YANG BISU? DAN, BAGAIMANA PULA KEMUDIAN IA BISA KEMBALI BERBICARA? KEPADA PENULIS CATATAN HITAM SANG PELAKU MENUTURKAN KESAKSIANNYA YANG SANGAT MENGGETARKAN PERASAAN. KAMI MENYAJIKANNYA DENGAN TANPA REKAYASA SECUILPUN. SELAMAT MENGIKUTI…

 

Bayangkan. betapa hancurnya hidupku ketika tiba-tiba aku harus menerima kenyataan bahwa aku harus berubah menjadi seorang gadis bisu! Dunia kurasakan berubah gulita. Hanya ketabahan dan setitik iman di dada yang membuatku masih bisa tegar menghadapi kepahitan ini.

 

Setelah 16 tahun berlalu, keajaiban itu datang laksana sebuah mimpi. Aku kembali bisa berbicara, walau belum selancar dan seindah sediakala. Bahkan, Bunga, anak angkatku yang masih berumur 4 tahun, menyebut suara mamanya seperti nenek sihir. Tetapi aku sungguh bahagia sebab Tuhan telah mengembalikan salah satu milikku yang paling berharga ini.

 

Sebagai bentuk ungkapan kebahagiaanku, akhirnya sengaja kututurkan kisah catatan hitam hidupku ini. Dengan satu permohonan agar penulis merahasiakan identitas diriku yang sebenarnya, sebab aku tak ingin menimbulkan kegemparan di kota kecil tempat sekarang aku tinggal. Tetapi dengan bersumpah “Demi Allah,” kutegaskan bahwa apa yang kuceritakan ini sama sekali tidak ada unsur rekayasa sedikitpun. Semoga para pembaca dapat memetik hikmah dari pengalaman hidup yang kualami…

 

Aku seorang anak yang terlahir 7 bersaudara, yaitu 2 kakak perempuan dan 1 kakak lelaki, serta 2 adik lelaki dan 1 adik perempuan. Ayahku berasal dari suku Dayak Iban, sedangkan ibuku berasal dari Dayak Taman, Kapuas. Sejak kecil lungga sekarang ini aku menetap di sebuah kota kecil di daerah Kaputen Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

 

Kehidupan keluargaku sangatlah miskin. Maklum saja, ayahku hanyalah seorang pegawai negeri kelas rendah dengan gaji tak seberapa, bahkan jauh dan cukup untuk membiayai ketujuh anaknya. Untuk menambah ekonomi keluarga, ayah dan ibuku juga bertani di ladang, dan kami anak-anaknya selalu membantu mereka.

 

Meski kami sekeluarga sudah bekerja keras, namun tetap saja selalu kekurangan. Karena itulah untuk sekedar membeli buku dan tambahan uang jajan, malam hari kami sering diajari ibu menenun manik-manik. Kami membuat dasi, selendang, peci, gantungan kunci, yang semuanya kami rangkai dengan manik-manik. Hasil kerajinan ini biasanya kami jual kepada para pejabat atau turis yang kebutulan berkunjung ke kota tempat tunggal kami. Siapa yang bekerja paling cepat, dia pula yang mendapat bagian paling besar. Dan kebetulan aku yang paling cekatan serta terampil dalam merangkai manik-manik, sehingga akulah anak yang sering kebagian jatah penjualan paling besar.

 

Walau secara materi hidup dalam keadaan serba kekurangan, namun bisa dikatakan masa kecilku penuh dengan kebahagiaan. Sebagai anak perempuan aku jarang bersedih, bahkan sikapku sering ketomboy-tomboyan, sebab aku memang lebih suka main dengan anak lelaki. Bisa dikatakan, akulah satusatunya anak perempuan yang pandai memanjat pohon, terutama sekali pohon kelapa.

 

Walau terbilang anak tomboy, banyak yang bilang kalau aku sebenarnya cukup cantik. Mungkin ini tidak berlebihan. Seperti gadis-gadis keturunan Dayak pada umumnya, aku memiliki kulit kuning langsat dan wajah bersih. Lebih dari itu aku juga memiliki bentuk tubuh yang sangat proporsional dan terbilang bongsor.

 

Agaknya, seorang cowok terpikat oleh penampilanku itu. Sebutlah namanya Zaenal. Dia adalah kawan baik abangku. Tanpa pemah kusangka diam-diam Zaenal menaruh hati padaku, sejak ia pertama kali main ke rumah kami. Bahkan, tanpa malu dan sungkan Zaenal menyatakan perasaan sukanya padaku.

 

Dasar aku ini gadis tomboy, mendengar Zaenal begitu serius mengungkapkan hasrat hatinya, bukannya meresponnya dengan baik aku malah tertawa terpingkal-pingkal. Kukatakan padanya bahwa aku tidak ingin main cinta-cintaan, sebab aku masih kecil. Ya, waktu itu aku memang masih duduk di bangku kelas 3 SMP.

 

“Aku tahu sekarang kamu masih kecil. Tapi aku akan setia menunggumu sampai dewasa!” Kata Zaenal setelah mendengar jawabanku.

 

Sambil menahan tawa aku malah menukas, “Terserah Abang sajalah. Yang pasti aku tidak membutuhkan cinta, sebab aku ingin sekolah yang tinggi dan bisa membantu mengangkat kedua orang tuaku dari kemiskinan.”

 

Kupikir cowok itu sudah kapok setelah mendengar cemoohanku. Tetapi nyatanya ia terus saja mengejar-ngejarku. Sampai tarnat SMP dan aku masuk SMA Zaenal masih terus mengemis cinta padaku. Setiap pulang sekolah ia selalu menungguku di jembatan penyeberangan sungai Kapuas. Ia juga terus berusaha mencari perhatian dan menggodaku. Tetapi aku tidak mempedulikannya, Apalagi setelah menginjak usia remaja kala itu aku semakin tomboy dan paling sering gaul dengan anak laki-laki.

 

Melihatku sikapku seperti ini rupanya Zaenal suka cemburu. Sampai suatu ketika karena kesal ia mencegatku dan mengancam akan mengguna-gunaiku lewat telapak kakiku yang berbekas di tepi Sungai Kapuas.

 

“Awas ya, Abang tidak segan-segan membuat kau tidak laku seumur hidup!” begitulah Zaenal yang masih keturunan orang terpandang di kota tempat tinggalku itu menegaskan ancamannya.

 

Aku malah tertawa dan mengejeknya, “Ah, Bang Zaenal ini suka main ancam rupanya. Sudahlah, aku tidak percaya dengan guna-guna itu,” kataku, menukas.

 

Walau saat itu aku sudah duduk di bangku kelas 2 SMA, mungkin karena kepolosan sikapku, juga karena pembawaanku yang tomboy, maka tak pemah sedikitpun aku menafsirkan kalau Zaenal akan bersungguh-sungguh dengan ancamannya itu. Yang kutahu dan kurasakan, sejak mencegat dan mengancamku, cowok itu akhirnya menghilang. Aku tak tahu kemana perginya.

 

Jujur kuakui, setelah Zaenal, tak ada cowok lain yang mengejar-ngejarku dan berharap jadi pacarku. Aku pun tak begitu mempedulikan masalah ini, sebab seperti kukatakan, aku memang lebih senang bergaul dengan anak cowok, daripada anak cewek yang manja dan cengeng. Dan semua anakanak cowok yang bergaul denganku itu kuanggap saja sebagai sahabatku. Bersama mereka aku bisa mendapatkan keceriaan masa remaja, sampai akhimya malapetaka itu datang menimpaku.

 

Waktu itu menjelang semester akhir kenaikan kelas dari kelas 2 ke kelas 3. Aku jatuh sakit. Mula-mula suhu badanku panas seperti demam tinggi, sampai keluar darah dari hidung. Karena panasnya tak mau turun, ayah membawaku ke rumah sakit. Beberapa minggu diopname aku kehilangan pendengaran, bahkan akhirnya kehilangan suaraku. Dokter mengatakan kalau aku terkena kanker tenggorokan.

 

Karena yang menanganiku hanyalah dokter umum saja, sebab di kota kecil itu tak ada dokter spesialis THT atau kanker, ayahku yang punya famili di Kuching, Malaysia, membawaku berobat ke sana. Namun, dokter di rumah sakit Kuching pun mengatakan hal yang sama, kalau aku memang terkena kanker tenggorokan sehingga suaraku terancam hilang. Dan, nyatanya aku memang harus kehilangan suara. Aku harus merima kenyataan berubah menjadi seorang gadis bisu.

 

Betapa getir hari-hariku selanjutnya. Keceriaan yang kumuliki hilang. Cita-citaku untuk mengangkat orang tua dari lembah kemiskinan juga kandas. Karena telah berubah bisu, aku memang harus berhenti sekolah Padahal aku terbilang murid yang cerdas dan selalu mendapatkan beasiswa sejak sekolah dasar.

 

Kurasakan seisi dunia ini berubah gelap, dan rasanya aku lebih memilih mati andai saja pilihan ini diberikan padaku. Namun aku mencoba untuk tetap tabah. Dan, ketabahanku inilah yang akhirnya berbuah manis, meski mungkin aku terlambat menyadarinya.

 

Memang, manusia terkadang hanya bisa melihat sisi buruk dari suatu peristiwa, dan tidak begitu pandai melihat kebaikan yang tersembunyi di dalam keburukan itu. Setidaknya itulah yang kualami. Aku telah berubah menjadi seorang gadis bisu, tiba-tiba datanglah sepasang suami isteri tua yang ingin mengangkatku sebagai anaknya. Mereka rela menafkahi hidupku dengan catatan aku harus menjadi anak perempuan yang sesungguhnya, artinya tidak tomboy seperti dulu.

 

Batinku hancur ketika kudengar sendiri , kalau ayah dan ibuku merelakanku pergi bersama calon kedua orang tua angkatku itu. Di dalam kamar aku menangis seorang diri sambil meratapi nasib. Mungkin aku memang harus dicampakkan, sebab aku sudah tidak berarti lagi? Ya, mungkin sebagai gadis bisu aku hanya akan memberi malu kepada keluarga? Atau mungkin juga kedua orang tuaku lebih menyayangi keenam saudaraku yang lain sebab mereka semuanya normal tanpa cacat? Andai saja aku tidak bisu, apakah mungkin mereka akan “membuangku” dengan cara seperti ini?

 

Betapa aku ingin melawan keputusan mereka yang akan “menjauhkanku” dari keluarga yang sangat kucintai. Namun, akhirnya aku hanya bisa pasrah. Dalam kepasrahan inilah dalam hati aku bisa setitik berharap, bahwa inilah bakti yang bisa kuberikan kepada kedua orangtuaku untuk meringankan beban di pundak mereka. Bukankah sejak awal aku ingin membantu mengangkat mereka dari jurang kemiskinan? Mungkin dengan cara inilah aku bisa mewujudkan mimpi itu.

 

Seperti kukatakan di muka, bahwa manusia terkadang hanya bisa melihat sisi buruk dari suatu peristiwa, dan ndak pandai melihat kebaikan yang tersembunyi di dalam keburukan itu. Kenyataan inilah yang menimpa diriku selanjutnya. Bahwa aku telah berubah menjadi gadis bisu, dan bahwa aku harus terpisah dari keluarga, ini sungguh sebuah kepahitan yang hampir tak terperikan. Tetapi siapa menyangka kalau kepahitan ini menjadi manis dan teramat indah di ujungnya.

 

Betapa tidak! Sejak aku diangkat anak oleh sepasang suami isteri tua itu, mereka langsung meng-Islam-kan diriku, dan mengganti namaku menjadi Nurjanah. Jika tak salah ingat ini tertjadi ketika usiaku sudah memasuki 23 tahun. Inilah yang kuanggap sebagai sesuatu yang manis dan teramat indah itu. Andai saja aku tidak diangkat anak oleh mereka, mungkin aku masih memeluk agama yang dianut oleh keluarga besarku yang berasal dari kalangan suku Dayak.

 

Ayah angkatku asli orang Tana Toraja.️ Beliau juga seorang Muallaf dengan ibu angkatku beliau empat orang anak yang ketiga anak mereka sudah berumahtangga. Hanya tinggal si bungsu dan bersama mereka. Meski seorang mualaf ayah sangat pandai mengaji. Beliau yang mengajariku.

 

Setelah lebih dari 2 tahun tinggal bersama orang tua angkat, suatu kenyataan pahit kembali kualami. Si bungsu yang juga kakak angkatku, tiba-tiba menyatakan cintanya padaku. Entah mengapa, aku merasa terhina dengan pernyataan cintanya. Mungkin sebagai seorang gadis bisu aku merasa tak pantas untuk dicintai atau mencintai.

 

Sejak abang angkatku menyatakan cintanya padaku, aku pergi meninggalkan rumah. Kupilih jalan hidupku sendiri. Syukur Alhamdulillah aku diterima bekerja menjaga toko.

 

Waktu terus mengajariku, dan Allah SWT senantjasa membimbingku. Setelah sekian lama bekerja sebagai penjaga toko, kuberanikan diri meminjam uang ke Bank buat modal buka warung. Alhamdulillah, warung ini terus berkembang sampai akhirnya berubah menjadi toko yang lumayan besar dan sekarang ini aku mempunyai 3 orang anak angkat. Yang dua orang sudah besar-besar dan biasa membantuku di toko setelah mereka pulang sekolah, sedang yang satunya lagi masih kecil dan masih harus menyusu formula. Mereka semuanya berasal dari keluarga yang tidak mampu.

 

Disamping membuka toko, aku juga bekerjasama dengan beberapa relasi mengelola gua walet, terkadang borong proyek kecil-kecilan, beli uang ringgit untuk kujual lagi, dan juga berusaha di penangkaran arwana. Berkat ketekunanku semua bisnis ini berkembang dengan baik.

 

Sebagai seorang yang memiliki cacat lahir, sudah barang tentu semua keberhasilan itu kesyukuri dengan sepenuhnya. Karena itu pula aku sudah tidak pernah lagi menyesali kenyataan pahit yang kuterima, bahwa aku telah menjadi seorang yang bisu. Kuanggap saja semua ini sebagai bagian takdir yang harus kuhadapi, sehingga aku tak pernah lagi bermimpi untuk bisa kembali berbicara. Bahkan, terkadang aku merasa bersyukur dengan kebisuanku, sebab dengan kebisuan ini aku bisa menjaga lidahku untuk tidak mengatakan hal-hal yang kotor atau menyakiti perasaan orang lain. Bukankah menjaga kesucian lidah itu merupakan salah satu perkara yang teramat sulit?

 

Tetapi, Allah SWT berkehandak lain terhadap hambanya yang hina ini. Tanpa pernah kumimpikan walau sedikitpun, suaraku yang sudah 16 tahun hilang itu tiba-tiba kembali muncul.

 

Lantas, bagaimana awal kejadiannya? Kira-kira seminggu sebelum tiba puasa Ramadhan lalu, aku bermimpi bertemu dengan

Kyai Pamungkas. Dalam mimpi itu kulihat dia datang dengan bertelanjang dada dan mengenakan celana koko putih. Di tangannya membawa 2 buah tasbih. Tasbih pertama butir-butinya dia bagikan kepada anak-anak yang ada di sekelilingku sampai habis, sedangkan tasbih kedua dia berikan padaku dalam keadaan masih utuh. Setelah itu dia pergi dan aku terjaga dari tidur.

 

Aku sangat bingung dengan mimpi ini, walau sejujurnya aku tak pemah menafsirkan yang macam-macam. Aku pikir mimpi itu hanya bunganya tidur, sebab selama ini aku memang sangat menyukai karya-karya Kyai Pamungkas yang tertulis di website. Jadi, bisa saja kan perasaan sukaku ini terbawa sampai ke dalam mimpi?

 

Tetapi anehnya, mimpi itu terus menganggu ketenanganku. Sampai kemudian aku memberanikan diri mengirim pesan dengan isi menanyakan: Apakah Kyai Pamungkas memaharkan piranti berupa tasbih, dan dijawab bahwa ada piranti berupa tasbih. Lalu, kukatakan juga kalau aku adalah perempuan bisu dan apakah bisa memahari tasbih itu. “Insya Allah jika memang Mbak ikhlas!” demikian jawab Kyai Pamungkas .

 

Pas Ramadhan, akhirnya kuputuskan untuk mahari tasbih tersebut. Kira-kira 10 hari tasbih di tanganku, malamnya aku bermimpi yang sangat aneh. Dalam mimpi ini aku kembali bertemu dengan Kyai Pamungkas. Namun kali ini dia hadir dengan memakai baju koko lengkap yang semuanya berwarna putih dan berpeci hitam. Aku sendiri memakai kebaya putih rapih. Kyai Pamungkas menarik-narik tanganku, seolah ingin mengajakku pergi. Tapi si kecil Bunga, anak angkatku, berusaha juga menarik tanganku agar aku tetap tinggal bersamanya. Tarik menarik ini membuatku terjaga. Anehnya, ketika itu kurasakan bahuku sakit!

 

Mimpi yang seolah-olah sangat nyata ini semakin membuatku bingung. Tetapi aku coba menahan din untuk tidak menghubungi Prayoga Gemilang lewat pesan. Aku hanya lebih mengintensifkan wirid dengan menggunakan media tasbih itu. Seperti yang sudah hampir 1 tahun ini kudawamkan, aku selalu wirid Ya Wahab (Yang Maha Penganugerah) 330 kali, Ya Mujibbu (Yang Maha Pengkabul) 55 kali, Ya Dzul Jalali Wal Ikram (Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan) 65 Kali, Ya Muqodimu (Yang Maha Menyegera) 184 kali, dan sejak memahari tasbih dari Prayoga Gemilang wirid itu aku tutup dengan Sholawat 7 kali dan Surat Al Ikhlas 7 kali.

 

Kejadian aneh kembali berlangsung. Malam menjelang Idul Fitri aku kembali bermimpi bertemu dengan sosok Kyai Pamungkas yang diselubungi cahaya putih keperakan. Aku disuruhnya puasa tanggal 13,14, dan 15 bulan Syawal. Kemudian malamnya disuruh mendirikan sholat Hajat Khusus, dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah 40 kali setelah selesai sholat Hajat. Aku juga disuruhnya puasa Senin-Kamis dan malamnya kembali membaca Al Fatihah sebanyak 7 kali, lalu ditiupkan ke Tasbih Kaukah Asmaul Husna dan kemudian direndam, kemudian air rendaman tasbih ini diminum setelah lebih dulu membaca Bismillah 3x sambil menahan nafas.

 

Sampai tiba kejadian malam itu. Sehabis sholat Isya, seperti biasanya aku melakukan wirid sebagaimana kujelaskan di atas. Ketika aku sedang membaca Al Ikhlas tiba-tiba aku terserang batuk yang hebat, sampai kemudian muntah-muntah. Anehnya, saat muntah itu yang keluar dari kerongkonganku berupa gulungan rambut yang diikat dengan tali kenur. Warna rambut itu sudah putih kekuningan dan bercampur dengan darah yang sudah membeku. Ketika aku berucap Subhanallah, untuk pertama kalinya aku mendengar kembali suaraku yang sudah 16 tahun menghilang.

 

Peristiwa ini sungguh merupakan sebuah kejutan yang sangat besar. Kedua anak angkatku yang sudah besar menangis dan memelukku ketika kupanggil nama mereka satu persatu, sedang sekecil Bunga berceloteh lucu sekaligus mengharukan: “Cuala Mama kaya nenek ciin (Tentu maksudnya: Suara Mama seperti nenek sihir)!” Aku pun menangis sambil berulang kali menggemakan Takbir, walau tenggorokanku masih terasa sakit dan perih.

 

Kukabarkan berita menggembirakan ini kepada Prayoga Gemilang, meski masih lewat pesan.

 

“SEPERTINYA AKU DISANTET SESEORANG. AKU MUNTAH DAN DARI MULUTKU KELUAR RAMBUT NENEK-NENEK DIIKAT TALI PANCING YANG SUDAH BERCAMBUR DARAH BEKU. AL HAMDULILLAH AKU BISA BICARA, MESKI TENGGOROKANKU MASIH TERASA SAKIT.”

 

Balasnya: “ALHAMDULILLAH, ALLAH SUDAH MEMBERIKAN YANG TERBAIK BUAT MBAK!”

 

Setelah mengalami kejadian ini, aku teringat pada Zaenal yang 16 tahun silam pernah mengancamku: “Awas ya, Abang tidak segan-segan membuat kau tidak laku seumur hidup!” Apakah Zaenal yang telah membuatku menjadi bisu? Entahlah, aku tak ingin berburuk sangka. Andai pun benar dia yang telah membuatku menjadi bisu selama 16 tahun ini, maka sebagai seorang insan yang lemah aku telah membuka pintu maaf untuknya. Bukankah Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Memiliki Segalanya selalu memaafkan setiap dosa dan kekhilafan seorang hamba, dan karena itu tak ada alasan bagiku untuk tidak memaafkan kesalahan Zaenal, atau siapa pun yang telah berbuat aniaya terhadap diriku?

 

Kamis 14 Oktober 2010 sekitar pukul 12 siang, untuk pertama kalinya aku bisa berbicara lewat telepon dengan Kyai Pamungkas.

 

“Inilah buktinya kalau aku sudah bisa berbicara. Suaraku jelek ya, seperti nenek sihir!” kataku.

 

“Lumayan juga untuk seorang yang baru belajar berbicara,” candanya.

 

Karena tenggorokanku masih terasa sakit bila terlalu banyak bicara, maka tak banyak hal yang kami bicarakan. Intinya, aku hanya meminta Kyai Pamungkas untuk memuat kesaksianku ini, sebagai sebentuk ungkapan syukurku atas karunia yang sungguh tak temilai ini. Dengan satu catatan penting agar nama dan alamatku dirahasiakan, sebab kalau tidak berita ini akan membuat gempar penduduk kota kecil di Kabupaten Kapuas Hulu tempat aku tinggal dan menetap.

 

Semoga peristiwa yang penuh kemukjizatan ini semakin mempertebal rasa syukur dan iman di dalam dadaku. Semoga pula kiranya para pembaca dapat memetik hikmah dari apa yang telah kuceritakan dengan jujur dan apa adanya ini. Aamiin ya Robbal a’lamiin… Wallahu a’lam bisaawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: Nyaris Jadi Tumbal Laut Utara

adminruqyah

HARMONISASI RUMAH TANGGA DENGAN MENATA FENGSUI RUMAH

adminsusuk

Kyai Pamungkas GANTI Rekening Bank

adminsusuk
error: Content is protected !!