Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorized

Panggonan Wingit: SILUMAN SUNGAI BELUMAI, DELI SERDANG

Panggonan Wingit: SILUMAN SUNGAI BELUMAI, DELI SERDANG

 

CERITA TENTANG BUAYA PUTIH DI SUNGAI BELUMAI SUDAH ADA SEJAK EMPAT PULUH TAHUN SILAM. TAPI YANG NYATA-NYATA ADA KORBANNYA…

 

Baru beberapa minggu saja misteri ular siluman pemangsa anak di Sungai Tembung berakhir, tiga minggu kemudian penduduk yang tinggal di sekitar Sungai Belumai, Tanjung Morawa, digegerkan dengan tewasnya Agus, pemuda yang hendak menikah dengan Sarmini, anak gadis Kepala Lingkungan 12 Dusun Belumai, Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara.

 

Malam itu Sarmini, tunangannya, sudah melarang Agus agar tidak pergi memancing karena seharian hujan turun walau tidak lebat. Agus memang hobi mincing. Menurut Agus, bila hujan tidak begitu lebat, Sungai Belumai ramai didatangi para pemancing amatir. Kalau nasib sedang mujur, ikan jurung yang rasanya enak berminyak pasti akan terkait mata kail yang dilemparkannya ke sungai.

 

Pengalaman memang telah mengajarkan Agus. Tiap kali pergi mancing saat hujan gerimis, walau tidak mendapat jurung, ikan paitan, lemeduk dan gurami pasti mengisi keranjang bubunya.

 

Tapi malam itu firasat Sarmini agak aneh. Perasaaannya seperti mengatakan kalau Agus akan mendapatkan musibah. Musibah apa, Sarmini tak tahu.

 

“Kalau nggak usah pergi mancing dulu kenapa sih, Bang?” Rengek Sarmini.

 

“Hujan-hujan begini di sungai ikannya banyak, Dik!” Jawab Agus

 

“Tapi masih hujan, Bang!”

 

“Nggak apa-apa. Abang biasa hujan-hujanan.”

 

“Tapi kalau tiba-tiba air naik?”

 

“Nggak akan terjadi. Hujannya nggak di hulu. Kalau hujan lebat di hulu, airnya keruh. Kalau air keruh, ikan-ikan pada hanyut dan bahaya,” kata Agus pula menjelaskan.

 

Sarmini menarik nafas panjang. Agus memang tak dapat di cegah. Ia pergi sendirian ke tempat biasa mancing.

 

“Mau mancing, Gus?” Tanya Leman yang baru saja pulang dari mengambil daun pisang untuk bungkus kue, ketika berpapasan dengan Agus. Leman adalah pedagang daun pisang untuk bungkus.

 

“Kau lihat sungai banjir nggak, Man?” Tanya Agus.

 

“Nggak! Hujan-hujan begini pasti banyak ikannya,” ujar Leman pula.

 

“Mudah-mudahan, Man!”

 

“Bulan depan jadi kan?”

 

“Jadi apa, Man?“

 

“Ya, jadi menikah sama Samin lha…”

 

“Kalau Tuhan mengijinkan jadi, Man. Jangan lupa bantu-bantu aku ya!”

 

“Beres. Hati-hati, Gus, senja semalam ada yang melihat buaya putih di bawah pohon bambu dekat Tiu Belumai,” ujar Leman sambil menghidupkan sepeda motornya dan berlalu dari sisi Agus.

 

“Buaya putih? Huh! Sejak setahun lalu cerita tentang buaya putih penunggu Sungai Belurnai tak penah habis-habisnya. Sementara aku yang hampir uap minggu mancing ke sungai, sekalipun tak penah melihat ada buaya. Jangankan yang putih, yang hitam saja tak pemah kutengok,“ gerutu Agus dalam hati.

 

Sambil menarik nafas panjang Agus meneruskan langkahnya menuruni jalan setapak menuju Ke pinggiran sungai. Suara air mengalir terdengar nyaring melintasi bebatuan yang menyembul di permukaan air.

 

Dipenurunan kala menuju sungai Agus berselisih jalan dengan Nenek Bariah yang ladang jagungnya memang terletak tidak jauh dari tempat Agus hendak memancing.

 

“Lho, mau jadi manten kok masih pergi mancing, Gus?” Tanya Nenek Bariah sambil memutar-mutar sirih di mulutnya.

 

“Mantennya masih sebulan lagi kok, Nek!” Jawab Agus seolah tidak acuh.

 

“Sebulan itu nggak lama, Gus. Biasanya darah calon manten itu manis. Harusnya kau jangan keluar rumah dulu sebelum akad nikah. Apalagi hujan-hujan begini, banyak pantangannya buat calon manten,” kata Nenek Bariah menjelaskan.

 

Agus tersenyum sendiri mendengar petuah Nenek Bariah. Sebagai anak muda masa kini, sudah tentu ia tak pemah percaya dengan centa tahyul yang begituan. Kalau sudah ajal datang menjemput, tidak usah calon pengantin, lajang muda pun akan mati kalau memang saatnya sampai.

 

Setibanya di lokasi mancing, hati-hati Agus merapikan benang pancingnya. Memasang umpan, dan…. Zilip! Timah joran melayang ke tengah sungai. Ketika itu pula hujan mulai mereda. Matahari pun muncul di balik pepohonan.

 

Ketika Agus tengah berkonsentrasi dengan pancingnya, tiba-tiba Agus dikejutkan oleh suara air sungai yang membeludak keras, perais di bawah pohon bambu yang daunnya terjunta menyentuh permukaan air. Ia tertegak kaget dan bangkit dari duduknya.

 

Apa yang terjadi? Air sungai tampak seperti berputar. Lama Agus memperhatikan permukaan yang bergerak hebat itu, sampai joran yang dipegangnya terlepas. Ketika itu pula sekelebat bayangan putih memanjang tampak meluncur kencang ke arahnya. Bayangan ini muncul dari dalam air.

 

Seperti dihentakkan oleh sesuatu kekuatan gaib, tubuh Agus terpental ke semak-semak bambu. Ia menjerit kesakitan. Tubuhnya hampir saja terpental ke dalam sungai Belumai.

 

“Apa itu?” Geragapnya sambil berusaha bangkit.

 

Sejujur kemudian, dari balik tebing sungai Agus melihat benda putih menyerupai kepala sepertinya berusaha untuk menaiki tebing sungai. Biji mata Agus terbeliak ngeri begitu dilihatnya makhluk yang berusaha naik itu ternyata bergerak mendekatinya, dan itu adalah seekor buaya yang warna seluruh tubuhnya putih.

 

“Bu… bu… bbuaya putih! Tolooong…!!!” Jerit Agus sambil berusaha menghindar.

 

Tapi terlambat. Dengan cepat sekali ekor buaya putih melibas tubuh Agus. Pemuda ini kembali terpental jatuh, bahkan tubuhnya langsung tercebur ke dalam sungai.

 

“Tolooong! Tolooong!!!” Teriak Agus sekuat-kuatnya.

 

Ia terus berusaha naik sambil berpegangan pada akar kayu yang menjuntai di dekatnya. Ia juga berusaha sekuat dayanya untuk naik karena buaya putih itu tampak berenang mendekatinya.

 

Sampai kemudian, dalam satu kali entakkan kaki Agus berhasil ditangkap buaya putih. Namun Agus tak mau menyerah. Ia melawan dengan memukuli kepala buaya itu dengan sepotong kayu yang hanyut di dekatnya. Sambil memukuli kepala buaya itu Agus terus berteriak-teriak minta tolong.

 

Rupanya, teriakan Agus didengar Paijo dan Imam yang kebetulan melintas di dekat tempat itu.

 

“Ada yang minta tolong!” Ujar Imam.

 

“Dari dalam sungai! Cepat kita turun,” ujar Paijo.

 

Tak lama kemudian mereka tiba di bibir sungai dan melihat apa yang terjadi.

 

“Agus! Agus dimakan buaya putih! Agus dimakan buaya putih! Toloong!” Jerit Imam sambil melempari buaya putih yang sedang bergulat dengan Agus di dalam air.

 

Paijo mengambil sepotong kayu dan terjun ke sungai membantu Agus yang mulai kepayahan melepaskan gigitan buaya di kakinya.

 

Bantuan Paijo dan Imam membuahkan hasil. Buaya melepaskan gigitannya dan cepat-cepat menghindar ke tengah sungai.

 

“Kau, Gus? Ayo, Mam cepat Bantu aku mengangkat Agus,” ujar Paijo sambil menarikkan tubuh Agus ke pinggir sungai. Darah yang keluar dari gigitan buaya putih itu memerahi air sungai.

 

“Cepat, Mam! Bantu aku mengangkat Agus naik!”

 

Paijo dan Imam mengangkat tubuh Agus yang sudah tak sadarkan diri. Mereka berteriak-teriak meminta bantuan kalau-kalau ada yang melintas di dekat situ. Namun teriakan itu tak ada yang mendengar.

 

Dengan bersusah payah akhirnya Imam dan Paijo berhasil mengangkat Agus sampai ke pinggir jalan…

 

Berita buaya putih memangsa seorang pemuda di sungai Belumai sebentar saja menyebar luas. Sementara itu Agus masih saja belum sadar. Dia terus berteriak-teriak. Matanya mendelik, gerakan seperti buaya mencari mangsa.

 

“Aku tidak akan berhenti sebelum dapat meminum darah! Darah perawan! Darah perawan!” Ocehan Agus sepanjang malam.

 

Cerita tentang buaya putih di Sungai Belumai sudah ada sejak beberapa tahun silam. Tapi yang nyata-nyata ada korban baru Agus. Kesaksian bahwa buaya itu memang ada, didengar masyarakat langsung dari Imam dan Paijo yang berhasil menolong Agus yang telah digigit buaya itu.

 

“Tapi dari ocehan Agus yang kesurupan buaya putih itu, rupanya hewan jadi-jadian ini tak akan berhenti bila belum berhasil memakan korbannya yang masih perawan. Berarti, ini bukan buaya biasa. Ini buaya siluman. Ini buaya jadi-jadian. Buaya ini sudah ada sejak ayah-ayah kami masih muda. Tapi baru sekarang ini buaya putih menampakkan ujur sebenarnya kepada manusia,” ujar Imam menjelaskan pada orang-orang. Mereka kagum mendengar cerita keberanian Imam dan Paijo yang telah berhasil menyelamatkan Agus yang tak lama lagi akan menjadi pengantin baru itu.

 

Namun cerita buaya putih yang misterius itu, yang masih berkeliaran di sungai itu membuat orang-orang takut melepas anak gadisnya untuk mandi dan mencuci di sungai Belumai. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: Balada Operasi Plastik

adminruqyah

Ngaji Psikologi Bersama Kyai Pamungkas: FONDASI ETOS KERJA

KyaiPamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: MISTERI RUMAH GEDONG PUTIH

adminsusuk
error: Content is protected !!