Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: MONYET SILUMAN, HUTAN SIBAGANDING SIMALUNGUN

Kisah Kyai Pamungkas:

MONYET SILUMAN, HUTAN SIBAGANDING SIMALUNGUN

 

SEORANG MAHASISWA ASAL INGGRIS YANG BERNIAT MEMBUAT FILM DOKUMENTASI DENGAN LOKASI DI HUTAN SIBAGANDING AKHIRNYA MENGURUNGKAN NIATNYA. INI TERJADI SETELAH BEBERAPA KALI DITEROR PERISTIWA MISTIS. BENARKAH DISEBABKAN OLEH MONYET SILUMAN…?

 

Joshua, demikian nama panggilan seorang warga Amerika Serikat yang kuliah cinematographi di London, Inggris. Barubaru ini menyusun skripsi yang mengangkat tema tentang peristiwa G-30-S/PKI di kota Medan dan sekitarnya. Skripsi tersebut didukung dengan memproduksi sebuah film dokumenter yang skenario dan draft ceritanya berdasarkan penuturan saksi-saksi hidup dari berbagai kalangan, khususnya dari generasi angkatan 66 serta tokoh-tokoh pergerakan pemuda.

 

Joshua bersama timnya dikabarkan telah mengadakan riset dan pemantauan ke lokasi-lokasi kejadian atau tempat yang dulunya dianggap sebagai markas atau posko PKI dan ormas-ormasnya. Namun karena tempat-tempat tersebut sudah ramai dipadati penduduk, maka mereka mengalihkan lokasi shooting film dokumentasi itu di tempat yang mirip dengan suasana sekitar 40 tahun yang lalu.

 

Hari itu Joshua serta beberapa anggota timnya berangkat ke Sibaganding Parapat. Dahulu diriwayatkan kalau keluarga Umar Manik pernah bermukim di sana. Mereka bersahabat dengan semua penghuni hutan, khususnya dengan monyet-monyet. Bahkan dikabarkan mampu berkomunikasi dengan hewan-hewan yang hidup di hutan tersebut. Sebagai sarana berkomunikasi, Umar Manik menggunakan trompet khusus yang terbuat dari tanduk kerbau. Trompet itu sering digunakan untuk memanggil ‘sahabat-sahabatnya’ manakala ia ingin memberi makan mereka, yakni kawanan monyet-monyet.

 

Setelah itu, Umar Manik pun berteriak dalam bahasa Batak, yang terjemahannya berbunyi, “Ayo… Berduyun-duyunlah kalian datang kemari karena kalian akan kuberi makan…!”

 

Umar Manik berteriak berulang-ulang ke semua penjuru, sehingga suaranya bergema untuk memanggil ratusan monyet yang hidup berkelompok-kelompok di sekitar hutan Sibaganding. Urat lehernya terkadang tampak bagaikan sebentuk kawat yang menonjol di antara telinga dan bahunya. Karena tiupan trompet itu bisa mencapai dua atau tiga oktaf kalau boleh meminjam istilah dunia tarik suara.

 

Pada mulanya suara terompet dan teriakan Umar Manik terdengar monofoni (nada tunggal), namun kemudian menjadi heterofoni (beragam nada) manakala ditingkahi jeritan tiga ekor siamang dan lolongan dua ekor anjing peliharaannya.

 

Ya, bagaikan musik simponi alami, yang terkesan mendirikan bulu tengkuk siapa yang mendengarnya. Hiruk pikuk dan bersiporegang mendatangkan hawa mistis pada saat bersamaan.

 

Namun sebaliknya, bagi ratusan monyet penghuni hutan Sibaganding seluas 200 hektar tersebut, mengisyaratkan waktu makan telah tiba.

 

Buktinya, setelah simponi alamiah tadi meraung-raung selama lebih kurang 10 menit, perlahan-lahan dahan dan ranting pohon di kawasan hutan itu tampak bergoyang-goyang. Dan bersamaan itu terlihat sejumlah monyet-monyet berlompatan dari pohon ke pohon. Kemudian dengan gayanya yang terkesan kocak dan lucu mereka menuruni batang pepohonan, lalu merangkak ke arah suara terompet. Hanya dalam waktu yang relatif singkat, ratusan monyet sudah memenuhi kawasan dataran rendah tempat Manik berdiri.

 

Acara makan pun dimulai, berbagai makanan seperti kacang goreng, kacang rebus, kacang mentah, pisang rebus dan mentah kemudian ditaburkan ke arah mereka. Tanpa rebutan monyet-monyet tersebut menyantapnya dengan tertib.

 

Manik dan Hamidah, istrinya, serta lima orang anak-anak mereka mendistribuskan makanan itu dengan adil. Pengunjung juga ikut berpartisipasi. Para turis dari mancanegara, Eropa, Amerika dan negaranegara Asia serta turis-turis dari pelosok Nusantara.

 

Para pengunjung akrab memanggil Umar Manik “Tarzan Sibaganding”. Nah, di lokasi itulah Joshua dengan tim tehnisnya akan mengadakan shooting adegan film semi dokumenter yang tengah dipersiapkannya. Mungkin tertarik dengan riwayat persahabatan Umar Manik dengan monyetmonyet tersebut.

 

Maka, pada siang yang cerah, rombongan yang terdiri dari 5 pria dan 3 wanita itu berangkat dari Medan menuju Pematang Siantar. Berhenti sejenak di ibukota Kabupaten Simalungun tersebut, sebelum meneruskan perjalanan ke Parapat.

 

Sekitar pukul 18.00 WIB rombongan sudah tiba di jalan setapak memasuki hutan Sibaganding. Jalan setapak yang harus dilalui lumayan jelek dan agak menanjak. Joshua berada di depan dengan membawa senter di tangan, sementara anggota rombongan lainnya mengikuti di belakang dengan peralatan yang dperlukan di punggung masing-masing.

 

Di sebuah dataran berumput mereka mengambil waktu untuk istirahat, menghilangkan rasa capek dan letih setelah mendaki dalam suasana remang-remang. Setelah mengamati situasi dan kondisi di sana, mereka sepakat untuk mendirikan kemah di tempat itu. Artinya, mereka sepakatmenginap malam itu.

 

Seusai membakar kayu-kayu kering untukapi unggun dan makan malam, langsung saja mereka masing-masing rebahan dalam tenda dan tertidur. Sementara Joshua sebaga pemimpin rombongan memutuskan untuk berjaga-jaga, mengantisipasi kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Soalnya, hutan itu dikenal masih perawan yang tidak pernah dimasuki manusia. Dia ditemani oleh dua orang pembantunya.

 

Joshua tengah asyik ngobrol ketika ia sepertinya melihat ada sosok asing yang keluar masuk tenda. Namun begitu didekati dan diperhatikannya dengan seksama, sosok yang bukan anggota rombongannya tersebut tiba-tiba menghilang dari pandangan. Lenyap tanpa jejak

 

“Kalian lihat barusan?” tanyanya kemudian sambil menatap wajah dua orang pembantunya silih berganti

 

“Lihat apa?” salah seorang dari keduanya bertanya, heran.

 

“Sepertinya ada orang yang keluar masuk tenda tadi.”

 

Kedua pembantunya tersebut kemudian saling tukar pandang.

 

“Kami tidak melihatnya!” Nyaris serempak mereka menjawab.

 

“Sebaiknya kamu periksa di dalam tenda, siapa tahu ada orang yang bemiat jahat, mencuri misalnya.” Joshua memben arahan.

 

Kedua pembantu itu segera beranjak dari tempat duduknya. Mereka melangkah masuk ke dalam tenda. Joshua masih tampak bingung ketika salah seorang pembantunya segera keluar kembali.

 

“Bos…” Lapornya dengan nada cemas. “Si Erika mengalami kejang-kejang!”

 

“Lho, kenapa? Apa yang telah terjadi?” Joshua semakin bertambah bingung. Ia segera menghambur masuk ke dalam tenda Erika untuk menjenguknya. Cukup lama ia terpaku berdiri di tempat begitu menyaksikan gadis Bandung yang bertugas sebagai penterjemah bahasa tersebut tergolek di tanah berumput. Sekujur tubuhnya kejang-kejang seperti orang terkena penyakit sawan, sementara dari mulutnya terus terdengar suara mengigau yang tidak jelas maksudnya.

 

“Erika… ingat Tuhan!” seorang anggota rombongan yang cukup kuat pemahaman agamanya tampak membaca ayat-ayat suci di dekat telinga gadis itu.

 

Lambat laun tubuh Erika mulai melemas dan kejang-kejang pada tubuhnya mulai terhenti. Mulutnya tidak mengigau-igau lagi.

 

“Syukurlah ia sudah sadar dan keadaannya sudah normal kembali,” kata si pembaca ayat -ayat suci sambil menyuruh Erika tidur lagi.

 

“Apa yang telah terjadi padaku?” tanya gadis Bandung tersebut sambil memandang aneh dan curiga pada mereka yang tengah mengerumuninya.

 

“Tidak ada apa-apa kok. Kamu mungkin cuma mimpi buruk,“ jawab Joshua, coba menghibur.

 

Erika manggut-manggut. Sementara mereka di dalam tenda mulai tidur kembali. Joshua melangkah keluar tenda. Dia tak habis pikir apa sebenarnya yang telah terjadi pada Erika tadi. Duduk dekat api unggun sambil terus merenung. Apa benar gadis Bandung itu telah mengalami mimpi buruk?

 

Joshua, mahasiswa sinematogrtaphi di London tersebut, sama sekali tidak percaya fenomena yang bersifat supranatural dan selalu berpikir praktis dan ilmiah. Namun, pria berkebangsaan Amerika Serikat ini masih bingung ketika ia menyaksikan penampakan yang menurutnya sangat aneh. Kabarnya, saat itu Joshua melihat dengan jelas ramai orang lalu lalang tidak jauh dan tempat tenda berdiri Seolah-olah di tempat itu muncul pasar kaget di mana banyak orang berjual beli.

 

Untuk memastikannya, Joshua kembali bertanya pada kedua pembantunya yang sama-sama orang bule Namun mereka membantah telah melihat apapun di kegelapan malam menjelang dini hari itu.

 

Apakah Joshua mengalami ilusi dan halusinasi?

 

Tidak! Setelah melihat penampakkan aneh tadi, telinganya juga mendengar bunyi aneh. Tak hanya itu, di atas dahan pohon berdaun rindang yang tumbuh di depan tenda ia juga sempat melihat sosok bayangan orang hitam tinggi besar bertengger.

 

Uniknya, manakala diperhatikannya lebih dekat, ternyata orang yang berpenampilan manusia tersebut berkepala dan berwajah monyet. Tubuhnya ditumbuhi bulu-bulu kasar. Menampakkan wujudnya selama lebih kurang dua menit, kemudian menghilang kembali.

 

Kesaksian penampakan yang dilihat Joshua itu tidak diberitahukannya pada kedua pembantunya, karena yalan mereka tidak akan percaya seperti sebelumnya.

 

Menjelang pagi, dan mentari mulai muncul dari ufuk timur, Joshua dan rombongannya segera bersiap-siap untuk menemui Kepala Desa Sibaganding untuk melapor dan minta izin pengambilan adegan film di kawasan tersebut.

 

Mereka sudah bersiap-siap untuk berangkat ketika Erika tiba-tiba mengalami kejang-kejang kembali. Pada kali ini igauannya cukup jelas dan cukup lancar berbahasa Batak dengan dialek dan logat Simalungun yang kalau diterjemahkan berbunyi, “Sebaiknya kalian jangan bikin film PKI di tempat ini, karena disini tidak pemah terjadi peristiwa pembunuhan-pembunuhan sadis seperti yang pernah kejadian di Kampung Kolam desa Tembung… Ha… ha… ha… bule-bule gila… mau bikin film sembarangan saja!”

 

Begitu mendengar suara Erika yang mendadak berubah mirip suara pria tersebut, Joshua kembali bingung. Soalnya pada kali ini, bukan dia saja yang mendengarnya Artinya, Suara tersebut bukan ilusi dan halusinasi belaka. Dan saat itu juga Joshua memutuskan, bahwa rencana shooting di tempat itu dibatalkan.

 

“Lho, kenapa, Bos? Kok terus dibatalkan? Percuma kita capek-capek dan buang waktu datang ke sini!” protes salah seorang anggota rombongan.

 

“Tadi kamu dengar sendiri bukan? Ada seseorang yang masuk ke tubuh Erika, lalu melarang kita jangan bikim film di tempat ini!” kata Joshua dengan nada agak kesal.

 

Rombongan itu semua terdiam. Mereka tidak ingin mengadakan protes lagi. Soalnya, mereka tahu bahwa Joshua seorang yang teguh dalam pendinannya dan sangat peduli pada keselamatan anggota rombongan dan para pembantunya.

 

“Gimana, kok kalian diam saja?“ terdengar lagi pria berkebangsaan Amerika yang sudah lancar berbahasa Indonesia tersebut bersuara. “Ayo, kita bersiap-siap kembah ke Medan pagi ini juga,” lanjutnya memberi arahan.

 

Manakala matahari mulai tersenyum di ufuk Timur, mereka sudah menuruni jalan setapak yang mereka lalui kemarin. Karena kondisi Erika nampak agak lemah, ia dibimbing Joshua ketika melangkah.

 

Anehnya, gadis Bandung yang berwajah hitam manis tersebut tiba-tiba melepaskan lengannya dan pegangan pembimbingnya Begitu terlepas ia melesat ke depan beberapa langkah. Berdiri menghadapkan wajahnya ke semua anggota rombongan yang terheran melangkah sambil tercengang-cenang menyaksikan penlaku Erika yang rada-rada aneh. Gadis ini bersuara dan melompat-lompat, seperti layaknya seekor monyet ketika berada di dahan pohon.

 

Kemudian lagi-lagi Erika bersuara mirip pria tua dan pada kali ini menggunakan bahasa Indonesia berdialek Medan.

 

“Apa gunanya kahan bikin film penghianatan PKI itu, hah? Itu sejarah hitam bangsa ini yang tidak perlu dingat-ingat. Jangan coba mengoyak luka lama, dan pula kalian harus ingat, kami bangsa pemaaf!”

 

Setelah berkata demikian, Erika langsung hoyong dan tubuhnya lungla dan akhirnya jatuh pingsan.

 

Ketika sadar, gadis Bandung tersebut mengakui bahwa dirinya selalu dibayang-bayangi seekor monyet besar yang selalu membisikkan agar segera meninggalkan hutan Sibaganding kalau ingin selamat.

 

Tidak jelas apakah monyet tersebut merupakan “sahabat” dari Umar Manik yang dulu penah menghuni Hutan Sibaganding. Masalahnya, tidak seorang pun yang ingin berkomentar begitu kejadian misterius itu ditanyakan pada warga di sana. Wallahu a’lam bisaawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: KERANDA TERBANG DI SETU SEBERANG

adminruqyah

Ngaji Psikologi Bersama Kyai Pamungkas: REJEKI DI BALIK RESIKO

KyaiPamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: DITEROR ARWAH KORBAN PEMBUNUHAN

adminsusuk
error: Content is protected !!