Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: DITOLONG KEMBARAN GAIB

Kisah Kyai Pamungkas: DITOLONG KEMBARAN GAIB

BAGAIMANA MUNGKIN SAUDARA KEMBARNYA YANG TELAH MATI SAAT MASIH BAYI MERAH ITU TIBA-TIBA DATANG MENOLONGNYA? YA, KALAU SAJA KEMBARANNYA ITU TIDAK DATANG, MUNGKIN DIA DAN KEKASIHNYA SUDAH MEMBUSUK DI DASAR JURANG. BAGAIMANA INI BISA TERJADI? IKUTI SEBUAH KISAH NYATA YANG DITUTURKAN OLEH DIMAS MAHAPUTRA KEPADA PENULIS…

 

Mei tahun ini usiaku sudah genap 22. Meski belum bisa menyelesaikan kuliah, tapi syukur Alhamdulillah aku sudah bekerja di sebuah perusahaan konsultan pajak dengan gaji yang cukup memadai. Dengan penghasilanku sendiri aku mencoba untuk tetap gigih belajar guna meraih gelar Sarjana Ekonomi, yang selama ini memang selalu kudambakan. Maklum saja, aku memang bukan seorang yang berasal dari keluarga mampu. Ayahku hanyalah seorang pegawai kecil di sebuah perusahaan swasta nasional. Dua tahun lalu Ayah meninggal karena kecelakaan kerja.

 

Ayah meninggalkan sebuah rumah mungil di daerah Depok, Jawa Barat. Dengan uang asuransi Ayah, Ibu menyulap rumah itu menjadi sebuah toko. Dari toko inilah kehidupan rumah tangga bisa berjalan, meski amat sederhana. Dengan penghasilan yang tidak seberapa, Ibu terus berupaya menyelesaikan sekolah Falina, adikku, yang sekarang sudah duduk di kelas 2 SMU.

 

Sewaktu Ayah meninggal, sebenarnya kuliahku sudah hampir rampung. Namun, keadaan jadi bertambah sulit setelah kepergian Ayah. Aku terpaksa berhenti kuliah untuk mencari pekerjaan. Alhamdulillah, akhirnya aku diterima bekerja di sebuah kantor konsultan pajak. Hingga aku juga bisa melanjutkan studiku yang sempat terbengkalai.

 

Ketika Ayah masih ada, setiap tanggal 12 Mei, ini adalah hari kelahiranku, maka dia selalu saja mengadakan acara selamatan berupa kenduri kecil dengan mengundang para tetangga. Tapi, acara selarnatan ini bukan dimaksudkan untuk mempenngati hari kelahiranku, melainkan untuk khaul atau peringatan hari kematian saudara kembarku.

 

Ya, menurut cerita Ayah dan Ibu, aku dulu dilahirkan kembar. Sayangnya, saudara kembarku itu mati hanya sesaat setelah dilahirkan. Dia dimakamkan di halaman belakang rumah kami yang mungil itu.

 

Karena perlakuan Ayah yang di mataku terkesan berlebihan dalam memperlakukan kembaranku yang telah mati selagi orok merah itu, maka aku sering memprotesnya. Masalahnya, Ayah seperti tak pernah peduli dengan hari ulang tahunku. Dia lebih peduli kepada kembaranku yang telah mati itu.

 

“Tiap aku ulang tahun, seumur-umur paling hanya dirayakan dengan keluarga. Tapi kalau untuk yang sudah mati selalu pakai acara selamatan dengan mengundang tetangga. Kenapa bisa begitu sih, Yah?” Protesku suatu ketika kepada Ayah.

 

Dengan bijak Ayah menjawabnya, Yang masih hidupkan bisa berdoa untuk dirinya sendiri, Sedangkan yang sudah mati, kita yang harus mendoakannya. Karena itu Ayah dan Ibu selalu mengadakan acara selamatan untuk kembaranmi itu. Biar setahun sekali dia dikirimi doa?

 

“Tapi dia kan meninggal waktu masih bayi merah, Yah! Kan belum ada dosa apaapa. Jadi, tanpa kita kirimi doa Allah pasti memasukkannya ke dalam sorga,” desakku.

 

“Kamu benar! Kembaranmu itu pasti masuk sorga karena dia meninggal sewaktu bayi.”

 

“Kalau begitu ngapain diselamati dengan kirim doa?” Desakku lagi.

 

Ayah tersenyum padaku, sambil kemudian memberi penjelasan, “Acara kirim doa itu sesungguhnya lebih dimaksudkan agar kembaranmu itu selalu ingat pada saudara kembarnya yang masih hidup. Maksudnya, agar tetap terjadi sambung rasa di antara kalian. Karena itulah, Ayah dan Ibu selalu mementingkan acara selamatan kembaranmu itu. Bukan kami tidak sayang padamu, tapi perayaan ulang tahun itu kan tidak seberapa perlu. Yang penting kan kamu tetap mengingat saat kelahiranmu, sebab dengan demikian diharapkan kamu bisa selalu introspeksi diri. Nah, kan tidak salah juga kalau kamu ikut mendoakan kembaranmu yang telah meninggal itu.”

 

“Apa mungkin antara yang sudah mati dan masih hidup bisa melakukan sambung rasa, Yah?”Tanyaku, penasaran.

 

“Sesungguhnya pada diri orang-orang yang dilahirkan kembar itu ada hal yang unik dan sulit dimengerti. Satu contoh, kalau ada orang kembar dan salah satunya sakit, maka kembarannya juga akan merasakan sakitnya, meski mereka terpisahkan oleh jarak yang amat jauh.”

 

“Tapi, itu kan karena mereka sama-sama masih hidup, Yah?”

 

Dengan tenang Ayah kembali menjelaskan, “Anggapanmu itu bisa jadi benar, tapi bisa juga keliru. Menurut pemahaman orang tua, mereka yang dilahirkan kembar itu akan selalu menyatu dengan kembarannya, meski salah satunya telah meninggal dunia. Hanya, agar penyatuan itu tetap terpelihara dan terjaga dengan baik,-maka harus dilakukan ritual selamatan setiap hari kematiannya. Ya, boleh saja orang menganggap hal ini takhyul, tapi Ayah yakin suatu ketika kamu sendiri akan membuktikannya.”

 

Memang, apa yang diyakini almarhum Ayah itu bertahun-tahun lamanya hanya kuanggap sebagai ketakhyulan semata. Namun, benar juga kata Ayah yang mengatakan bahwa, suatu ketika aku sendiri yang akan membuktikan kebenaran dari keyakinan ini.

 

 

Awal Januari tahun ini, jiwaku nyaris saja terenggut dari ragaku akibat sebuah kecelakaan. yang amat fatal. Ceritanya, aku diminta oleh Lisa, tunanganku, untuk mengantarnya pulang ke kampung halamannya di Tasik. Karena ogah naik angkutan umum, kami memilih perja anan dengan naik Honda Tiger kesayanganku. Maklumlah, aku memang belum bisa membeli kendaraan roda empat, kendati itu hanya sekadar sedan butut.

 

Lisa juga punya alasan menank dengan memilih pulang naik sepeda motor besamaku. Katanya, di samping bisa mempersingkat waktu di jalan kami juga bisa terus bermesraan sambil menikmati pemandangan alam yang indah.

 

“Kalau kehujanan di tengah jalan bagaimana?” Tanyaku, hanya sekadar menggodanya.

 

“Ya, kita cari tempat berteduh dong. Kan enak bisa berdua-duaan terus,” jawab Lisa sambil memperlihatkan gigi gingsulnya.

 

Sebagai lelaki normal, tentu saja aku amat senang memboncengi gadis secantik Lisa. Ahaa… sulit membayangkan bagaimana hangatnya terus ditempel oleh tubuh Lisa yang sintal dan aduhai itu. Pasti akan menjadi sensasi yang amat mengesankan!

 

Hari itu, kami berangkat dari Depok dengan penuh keceriaan. Sama sekali tak ada firasat akan terjadi hal yang buruk terhadap diri kami berdua. Perjalanan dari pagi sampai menjelang sore itu berjalan lancar. Kami sempat istirahat beberapa kali untuk makan dan minum, juga menunaikan sholat.

 

Selepas Maghrib, perjalanan tinggal mengarah ke kampung halaman Lisa yang letaknya sekitar 3 Km dari pusat kota Tasikmalaya. Jalanan menuju kampung tempat kedua orang tua Lisa tinggal ini beraspal hotmik, dan lalu lintasnya tidaklah seberapa ramai.

 

Malang dan tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Ketika kari tengah dalam perjalanan menyusuri jalanan beraspal itu, sesuatu yang buruk terjadi. Mungkin karena aku belum hapal benar medan jalan, ditambah dengan penerangan lampu besar sepeda motorku yang kurang prima, di sebuah tikunga dengan ketajaman nyaris 90 drajat, tiba-tiba aku kehilangan kendali. Tiger kesayanganku terperosok ke jurang yang amat dalam.

 

Di tengah keadaan yang kritis itu, masih kurasakan bagaimana kuatnya pelukan tangan Lisa pada perutku. Bibirnya yang mungil itu juga masih sempat mengeluarkan pekikan. Selebihnya, aku tak ingat apa-apa lagi. Yang sempat kurasakan hanyalah sepeda motorku yang melayang, menabrak ranting-ranting pohon. Namun sekejap kemudian keadaan berubah menjadi gelap gulita.

 

Entah berapa lama aku dan Lisa tak sadarka diri. Yang pasti, gerimis yang turun renyai-renyailah yang rupanya membuat kami lekas siuman. Katika itulah kudapatkan tubuhku tergolek tak berdaya, dengan luka dan nyeri yang meradang di sekujurnya. Waktu itu hari sudah terang, tanda pagi telah tiba. Berarti, semalaman kami tak sadarkan diri.

 

Ketika aku belum sadar benar dengan apa yang terjadi, tiba-tiba kudengar tangis Lisa yang mengembang pilu. Saat itulah aku baru sadar dengan kecelakaan yang baru saja terjadi.

 

Mendengar Lisa menangis, aku ingin bergegas menolongnya. Tapi, Ya Tuhan! Kaki kananku tak bisa digerakkan lagi. Karena lututku tak bisa merespon perintah syarafku untuk segera bergerak, maka aku yakin bahwa kakiku telah patah.

 

“Lisa… Lisa! Kamu nggak apa-apa, Lis?” Tanyaku sambil menahan nyeri.

 

Lisa sepertinya terkejut mendengar suaraku. Dia mengangkat wajahnya menatapku. Kulihat ada bercak darah setengah mengering di atas wajahnya yang pucat itu. Dia berusaha menggerakan tubuhnya untuk mendekatiku. Tapi dia tak mampu melakukannya.

 

“Kakiku patah, Dimas!” Cetusnya sambil kembali menangis.

 

“Kakiku juga, Lis!” Balasku sambil menahan sakit.

 

Kami benar-benar tidak berdaya. Bahkan waktu itu kami sudah putus asa dan menganggap akan mati di jurang yang dalam dan jauh dari pemukiman penduduk itu. Berulang kali kami berteriak untuk meminta tolong, tapi tak seorang pun yang datang. Mungkin tak ada seorang pun yang bisa mendengar teriakan kami.

 

Sepanjang siang hingga sore itu, kami memang bergelut dengan maut. Kami tak hanya kepayahan menahan rasa sakit yang sedemikian sempurna meradang di sekujur tubuh kami, tapi sekaligus juga karena kelaparan dan kehausan.

 

Tak banyak hal yang bisa kami lakukan. Bahkan, untuk mendekati Lisa saja aku harus bersusah payah melakukannya, sedangkan Lisa sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Dengan kondisi yang amat parah seperti ini, amat mustahil rasanya bagi kami untuk bisa bergerak naik mendekati tepian jalar raya, sehingga ada orang yang melihat dan kemudian menolong kami.

 

Karena kepayahan menahan sakit juga haus dan lapar, setelah puas menyesali nasib, akhirnya kami sama-sama tertidur saat hari sudah kembali berubah gelap tanda malam telah tiba. Entah berapa lama kami tertidur. Yang pasti, saat terjaga kudapatkan tubuhku telah berada di atas ranjang rumah sakit. Di ranjang sebelah, kulihat Lisa yang terbaring dengan mata terpejam.

 

“Syukurlah kamu sudah sadar, Nak Dimas!” Kata seorang lelaki yang menghampiriku. Dia tak lain adalah Pak Permana, ayahnya Lisa yang berarti juga calon mertuaku. Dia memang telah cukup mengenalku sebab sebelumnya kami pernah beberapa kali bertemu, termasuk saat pertunangan di rumahnya.

 

Aku benar-benar terharu hingga tanpa terasa air mataku jatuh menitik. “Lisa bagaimana keadaannya, Pak?” Tanyaku sambil menahan tangis.

 

“Alhamdulillah dia selamat. Hanya saja dia masih shock!” Jawab Pak Permana.

 

Entah bagaimana Pak Permana bisa menemukan dan membawa kami ke rumah sakit? Pertanyaan itu baru terjawab tiga hari kemudian ketika keadaanku sudah lumayan stabil.

 

“Ini kuasa Tuhan, Nak Dimas. Bapak sendiri hampir tidak percaya bila mengingat kejadiannya, kata Pak Permana sebelum berkisah hal yang sebenarnya.

 

Dia menyebutkan, malam itu hatinya amat gelisah, seperti mendapatkan sebuah firasat buruk. Karena hingga tengah malam belum juga dapat memejamkan mata, maka dia memutuskan untuk menunaikan sholat Tahajud.

 

“Waktu Bapak baru selesai mengambil air wudhu, tiba-tiba Bapak mendengar ada seseorang yang mengetuk pintu. Entah kenapa, Bapak ingin lekas-lekas melihat siapa yang datang. Anehnya, waktu itu yang datang adalah Nak Dimas sendiri…”

 

Mendengar itu aku segera memotong, “Saya, Pak? Ah, bagaimana mungkin. Bukankah waktu itu saya…”

 

Sebelum kalimatku habis, Pak Peramana segera menyambung kisahnya. “Justeru itu juga yang membuat Bapak dan semua orang yang tahu peristiwa ini jadi kebingungan.”

 

“Maksud Bapak bagaimana?” Tanyaku, tak sabar.

 

Menjawab pertanyaan dan keherananku, Pak Permana mengisahkan bahwa malam itu orang yang bertampang amat mirip denganku itu mengaku sebagai kembaranku.

 

“Dia tidak menyebutkan siapa namanya. Tapi yang jelas, Bapak sendiri kebingungan sebab setahu Bapak Nak Dimas tidak memiliki saudara kembar. Ya, bukankah Nak Dimas hany, memiliki seorang adik perempuan bernama Falina itu?”

 

Pak Permana lalu melanjutkan, pemuda yang mengaku sebagai kembaranku itu kemudian memberi tahukan bahwa aku dan Lisa mengalami kecelakaan. Dia juga yang menunjukkan kepada Pak Permana lokasi kecelakaan itu. Persisnya sebuah jurang yang letaknya hanya sekitar 500 meter dari perkampungan penduduk tempat Pak Permana tinggal.

 

Calon mertuaku itu lalu melanjutkan, “Setelah memberikan gambaran yang jelas tentang lokasi kecelakaan dan bagaimana keadaan kalian berdua, anak muda yang mengaku sebagai kembaran Nak Dimas itu kemudian segera pamit. Sewaktu Bapak memintanya untuk menunggu sebentar sebah Bapak akan mengumpulkan para tetangga untuk mengevakuasi kalian, pemuda itu menyetujuinya. Dia Bapak minta menunggu di ruang tamu, sementara Bapak mengumpulkan para tetangga. Anehnya, sewaktu Bapak kembali anak muda itu sudah tidak ada lagi.”

 

Ibunya Lisa ikut menambahkan, “Ibu juga sempat shock sebab pemuda yang mengaku sebagai kembaran Nak Dimas itu sepertinya hilang begitu saja. Waktu Ibu tinggal sebentar untuk mengambilkan minuman, saat Ibu kembali menemuinya ternyata dia sudah tidak ada lagi. Ibu sempat mencari-carinya sampai ke halaman, bahkan Ibu suruh Yadi, adiknya Lisa, untuk mengejarnya. Tapi anak muda itu seperti sudah raib ditelan bumi.”

 

Aku tertegun mendengar kisah ini. Dan, aku tiba-tiba teringat cerita Ayah tentang kembaranku yang mati hanya sesaat setelah dilahirkan Ibuku itu.

 

“Menurut pemahaman orang tua, mereka yang dilahirkan kembar itu akan selalu menyatu dengan kembarannya, meski salah satunya telah meninggal dunia. Hanya, agar penyatuan itu tetap terpelihara dan terjaga dengan baik, maka harus dilakukan ritual selamatan setiap hari kematiannya. Ya, boleh saja orang menganggap hal ini takhyul, tapi Ayah yakin suatu ketika kamu sendiri akan membuktikannya”

 

Begitulah perkataan Ayah yang dulu amat kuragukan kebenarannya. Walau sulit membuktikannya, tapi aku meyakini bahwa pemuda yang mengaku sebagai kembaranku itu memang adalah saudara kembarku yang mati saat masih bayi merah. Dia telah datang menolong. Tanpa pertolongannya, mungkin aku dan Lisa sudah membusuk di lembah jurang dengan kedalaman hampir 50 meter itu.

 

Terima kasih Tuhan, sebab aku amat yakin Engkau-lah yang telah menyelamatkan kami. Wallahu a’lam bisaawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Misteri: NYARIS DIAMBIL MANTU PENGUASA GAIB BELANTARA RIAU

adminruqyah

Kisah Kyai Pamungkas: TERHIPNOTIS PATUNG RORO JONGGRANG

KyaiPamungkas

Ngaji Psikologi Bersama Kyai Pamungkas: Berbahagialah, di Mana pun Anda Berada

KyaiPamungkas
error: Content is protected !!