Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: CINTA SAMPAI MATI

Kisah Kyai Pamungkas: CINTA SAMPAI MATI

Meski ajal telah menjemputnya, namun karena cintanya, ia selalu datang. Bahkan, sang arwah memberikan setetes air cinta pelebur rindu…

 

Kehadiran pasukan pemerintah yang menumpas Batalion 426 Kudus waktu itu sangat mengejutkan hatiku. Betapa tidak, di pasukan pemerintah RI ada kakakku, sementara di pasukan Batalion 426 yang dipimpin Kapten Sofian ada Mas Danu, kekasihku. Informasi yang kudapat Batalion 426 bertahan di barak-barak pabrik rokok jati, waktu tentara pusat menyerbu. Pikikiranku was-was. Entah apa yang terjadi dengan Mas Danu, kekasihku nantinya.

 

Hubunganku dengan Mas Danu memang terasa sangat mendalam, kami bagai tak dapat dipisahkan lagi. Tapi hubungan kami masih tetap dalam kewajaran dan sebenarnya siapa gadis yang tidak bangga mempunyai kekasih gagah dan tampan. Wajah mas Danu waktu itu boleh dibilang lebih tampan dari bintang film Bambang Irawan di tahun 60-an. Banyak yang iri dengan hubunganku, Kata orang, Mas Danu adalah anak buah kesayangan Kapten Sofian, otak pemberontakan itu.

 

Tidak berlangsung lama, serangan tentara pemerintah dapat mematahkan perlawanan Batalion 426. Tentu saja hatiku begitu gelisah. Apa yang terjadi dengan Mas Danu…?

 

Karena cintaku padanya aku nekad menuju pabrik rokok, di sana ternyata sudah ramai orang menonton usungan jenazah. Aku mencari kesana kemari dengan memanggil-manggil Mas Danu. Mataku basah oleh air mata. Hal itu segera diketahui Mas Hendar, kakakku.

 

“Renno, Pulang…!” perintah kakakku seraya mencekal lenganku.

 

“Tidak bisa aku harus menemukan Mas Danu.”

 

“Pulang kataku, jangan bikin malu keluarga!”

 

Dengan paksa Mas Hendar menarikku menjauhi mayat-mayat yang dikumpulkan itu. Tentu saja pada waktu itu aku menangis sesunggukan, hatiku bagai teriris sembilu.

 

“Lepaskan saya, Mas!” sungutku menahan kesal.

 

“Sudah kubilang pulang! Kau tidak akan bisa menemukan mayat Mas Danumu itu. Ada kemungkinan dia melarikan diri!”

 

Mendengar ucapan kakakku itu tangisku jadi sedikit rendah. Tapi, seminggu setelah kejadian itu kesedihanku terus berlangsung. Kerjaku hanya menangis terus di kamar. Ayah dan ibuku sering datang ke kamarku untuk menghubur.

 

“Kakakmu bilang beberapa orang telah melarikan diri kemungkinan salah satunya adalah Mas Danu-mu. Jadi tak ada gunanya terus bersedih begitu, lihat badanmu jadi menyusut begini!” Tutur ibu. Lalu dengan telaten dan sayang ia menyuapiku makan.

 

Suatu malam saat kantukku belum begitu kental aku mendengar suara ketukan di daun jendela kamarku, dan suara desah memanggilku.

 

“Renno… Renno…!” suara itu terdengar.

 

“Siapa…!” jawabku lirih, merinding bulu tengkukku.

 

“Aku Mas Danu-mu!” suara itu makin terdengar lirih. Aku berusaha melawan rasa takut dan kantukku. Aku bangkit dari ranjang. Perasaanku begitu berdebar-debar, lalu kudekati jendela kamar. Dengan gemetaran aku membuka jendela kamarku. Kulihat samara-samar seseorang berdiri di bawah pohon nangka samping rumah.

 

“Kemarilah, Renno!” suara lirih itu kembali memanggilku, tapi sosoknya jelas kukenali. Dia tak lain pasti Mas Danu. Kemungkinan dia takut diketahui orang lain dan dilaporkan tentara pusat. Jadi, dia malam-malam begini menemuiku. Apalagi dia tahu kalau kakakku adalah tentara di pusat.

 

Mengingat itu semua, aku nekad keluar dari kamarku lewat jendela. Lalu aku menuju tempat Mas Danu berdiri. Sesampainya di tempat Itu kami berpelukan menumpahkan hasrat rindu.

 

“Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat, di sini kurang aman!” ucap Mas Danu.

 

“ayo, Mas, kemanapun kau mengajaku, aku akan ikut…!”

 

Lalu, Mas Danu membalikkan tubuhnya dan melangkah. Aku mengikutinya. Suara burung hantu terdengar di dahan pohon asam. Sunyi kami melangkah berdua di bawah remang sinar rembulan. Walau bulu tengkukku terasa merinding namun bersama Mas Danu aku sedikit merasa tenang.

 

“Ternyata Mas Hendar benar, kau dikatakan selamat dan melarikan diri dari penyerbuan tentara pusat,” ucapku memecah kebisuan.

 

“Masmu itu… sepertinya menyelamatkan aku. Waktu aku mengendap-endap keluar dari pabrik dia melihatku, tapi dia tidak menembakku, tapi tiba-tiba dari arah lain sebuah tembakan mengarah ke arahku.”

 

“Kau tidak apa-apa?”

 

“Seperti yang kau lihat aku tidak apa-apa.”

 

“Aku begitu mengkhawatirkanmu, Mas….”

 

“Itu aku tahu, makanya aku datang menemuimu, Sayang!”

 

“Kenapa malam-malam sekali, ayah dan ibuku pasti tidak menolak kedatanganmu, Mas.”

 

“Tapi, aku tidak mau menyusahkan keluargamu, Renno. Bila ada orang sampai tahu, kalian menyembunyikan seorang buronan pasti kalian akan menerima akibatnya.”

 

Dalam hati aku mengakui ucapannya itu. Kami terus melangkah menjauh, kulihat di langit purnama bersembunyi di balik awan berarak, di kejauhan lolongan anjing terdengar.

 

Kami memasuki sebuah gerbang cukup megah, sunyi tak ada perjaga, lalu kami memasuki sebuah rumah megah juga sepi tak ada penghuninya. Lalu Mas Danu mengajakku masuk melalui beberapa ruang. Akhimya kami sampai di sebuah kamar.

 

“Masuk! Inilah kamarku, dan sengaja tak ada lampunya,” kata Mas Danu.

 

“Ya, jangan dipasang lampu, nanti ada yang melihatmu.”

 

Kami duduk berhadapan di tepi ranjang. Mata kami bertemu.

 

“Apakah kamu mau menemaniku malam ini Renno…?” tanya Mas Danu sambil menatapku.

 

“Tentu saja, Mas. Aku rindu padamu!” aku memeluk Mas Danu.

 

Akhirnya kami berdua saling melepas kerinduan. Dari cumbuan biasa hingga kami terlena pada cumbuan yang memabukkan. Pada saat gairahku melayang-layang ingin dicumbu lebih dari itu, Mas Danu menyudahinya.

 

“Kenapa berhenti, Mas?” tanyaku sambil menahan gairah yang terlanjur ke ubun-ubun.

 

“Rasanya aku tidak bisa melakukannya,” ujarnya lirih.

 

“Kenapa tidak bisa, Mas?”

 

“Nanti saja bila saatnya telah tiba, kau akan tahu sendiri,” dalihnya. Lantas Mas Danu tidur membelakangiku, sementara aku memeluknya. akhirnya karena kantuk begitu menyengat di pelupuk mata akupun tertidur.

 

Siangnya aku terbangun. Dan betapa terkejutnya aku, ternyata aku telah ada di kamarku sendiri. Kulihat jendela kamar masih tertutup rapat. Aku masih kebingungan dengan kejadian tadi malam. Nyata kualami, atau aku cuma mimpi? Tapi rasanya tak mungkin aku bermimpi sebab kurasakan sendiri cumbuan yang memabukkan itu.

 

Aku terperanjat saat ibu masuk membawakan sarapan pagi untukku.

 

“Tadi ibu masuk kenapa jendela kamar ini masih terbuka?” tanya ibu.

 

“Terbuka…?” cetusku kaget hingga suaraku seperti bergumam.

 

“Lain kali kalau mau tidur tutup jendela kamarnya, bahaya untuk seorang gadis secantik kamu!” kata ibu lagi sambil menyuapi aku makan, tapi kutolak. Aku katakan aku bisa makan sendiri. Hal itu kuyakinkan dihadapan ibu. Aku makan dengan lahap. Ibu tampak senang melihat perubahanku.

 

Sejak kejadian malam itu, tiap dingin malam datang, aku jadi begitu mengharapkan kejadian itu kembali terulang lagi. Bahkan, sudah dua hari ini aku menanti kedatangan Mas Danu mengetuk kamarku, lalu mengajakku kembali ke tempatnya yang indah itu. Tapi yang masih membuatku bingung bagaimana caranya Mas Danu mengembalikan aku ke kamarku, bila digendong atau dibopong tidak memungkinkan untuk lewat jendela kamarku yang tidak terlalu besar itu.

 

Pada hari ketiga saat aku nyaris tertidur, kudengar suara-suara ketukan pada daun jendela kamarku, ditimpali Suara burung malam, lalu aku mendengar juga suara lolongan anjing di kejauhan.

 

“Renno… aku datang, Sayang!” suara itu terdengar begitu lirih. Nyaris tenggelam ditelan suara lolong anjing yang sesekali memecah disela suara desau angin malam.

 

“Siapa…?” tanyaku agak merinding.

 

“Aku… Renno!” Suara lirih itu kukenal sebagai suara Mas Danu.

 

Dengan perasaan berdebar-debar aku bangkit dari ranjangku. Anehnya, lututku terasa gemetaran saat melangkah mendekati jendela kamarku. Begitu juga pada saat aku ingin membukanya, tanganku gemetaran. Dan, saat jendela kamar telah terkuak, kulihat sosok tubuh yang kukenal sebagai Mas Danu, kekasihku, sedang berdiri menghadap jendela kamar.

 

“Kemarilah, Renno!” pintanya dengan suara sangat lirih.

 

Mungkin saja pada saat itu aku begitu merindukan sosoknya, tanpa pikir panjang lagi aku melompati jendela kamarku, lalu aku melangkah mendekatinya. Tanpa pikir panjang pula aku terus merangkulnya.

 

“Jangan kau lakukan di sini, nanti ada yang melihat kita…!” pintanya sambil membelai mesra rambutku.

 

Lalu, seperti juga hari yang lalu ia mengajakku meninggalkan kebun samping rumahku. Aku diajaknya lagi menuju tempat yang lalu, sepanjang perjalanan kami hanya diam membisu, hanya burung hantu yang terus bernyanyi bagai terus mengikuti langkah kami berdua.

 

Seaat kemudian kami telah memasuki rumah yang sepi dengan melewati beberapa ruang, hingga akhirnya sampai jugalah kami ke kamar Mas Danu yang katanya juga menjadi tempat persembunyiannya. Malam itu seperti juga pertemuan pertama sejak Mas Danu dikatakan hilang tanpa rimba, kami tiduran di ranjang milik Mas Danu yang berkasur empuk dan wangi semerbak itu.

 

Akhirnya, kami pun kembali larut dalam gejolak cinta. Dari sentuhan-sentuhan biasa sampai sentuhan-sentuhan yang memabukkan terjadi malam itu, tapi kami masih dalam batas cumbuan, Mas Danu tidak merenggut mahkotaku.

 

“Menikahlah kau dengan pria lain selain aku, agar kau bisa melakukan yang lebih dari ini,” cetus Mas Danu saat aku telah pasrah seandainya dia akan merenggut mahkotaku sekalipun.

 

Aku tersentak mendengar katakatanya, “Apakah kau tak tahu kalau aku hanya ingin menikah denganmu, Mas?” aku menatapnya dengan tajam.

 

“Itu tidak akan mungkin Renno…!”

 

“Kenapa, Mas?” tanyaku penuh rasa curiga. “Apa kau ingin meninggalkan aku? Atau mungkin Mas Danu telah mempunyai penggantiku…?”

 

“Sama sekali tidak, Renno! Justru aku sebenarnya tidak ingin meninggalkanmu tapi keadaan kita telah dibatasi tempat dan waktu. Besok bila fajar datanglah ke makamku di belakang masjid, kau akan mengerti segalanya.”

 

“Omongan Mas kok jadi ngelantur, sih? Kenapa aku harus ke makam di belakang masjid?”

 

“Lakukan saja besok!” ujarnya. Mas Danu lalu merebahkan tubuhnya, seolah tidak ingin kuprotes lagi. Mas Danu tiduran dengan tubuh membelakangiku, Aku merangkulnya. Lalu malam semakin kelam, aku tertidur dengan tangan masih merangkulnya.

 

Sewaktu fajar aku terbangun. Betapa terkejutnya aku saat yang kurangkul ternyata gedebong pisang, dan anehnya aku berada di kamarku. Bukankah semalam aku tidur di kamar Mas Danu? Jendela itu saksinya, masih terbuka….

 

Masih digayuti keanehan yang kualami, aku ingat pesan Mas Danu, agar aku ke makam belakang masjid. Hanya satu masjid besar di kampungku saat itu. Di belakangnya memang ada sebuah pemakaman umum.

 

Seperti ada yang menuntunku, aku menuju tempat pemakaman umum di belakang masjid. Di antara makam yang sepi itu ada beberapa gundukan makam makam yang baru. Aneh, aku menuju sebuah makam baru itu yang posisinya tepat di belakang masjid, dan alangkah terpukulnya hatiku saat itu. Saat kubaca tulisan di batu nisan itu sebuah nama terukir, Danu Budiaji!

 

Saat itu juga dunia terasa gelap gulita. Aku tak ingat apa-apa lagi. Aku jatuh tak sadarkan diri.

 

Sejak kejadian pahit itu keadaanku jadi lebih parah dari sebelumnya. Hampir sebulan aku tidak mau untuk melakukan apa-apa. Makanpun terasa tidak bernafsu. Badanku drastis kurus, kemudian keluargaku mendatangkan orang pintar. Beberapa minggu kemudian aku sembuh lalu keluargaku menjodohkanku dengan seorang pria yang juga bernama Mas Danu, tapi bukan Mas Danu kekasihku. Aku yang hampir tidak lagi punya rasa cinta hanya pasrah saja, hingga akhirnya dilangsungkan upacara pernikahan.

 

Malam pertama yang kujalani sungguh mengejutkan hatiku. Betapa tidak, malam pertama itu wujud Mas Danu, suamiku bagai berubah menjadi wujud Mas Danu, kekasihku yang telah tiada. Tentu saja di malam pertama itu aku bagai diterbangkan ke awan-awan yang paling tinggi.

 

Segalanya kini telah berlalu hampir 60 tahun lamanya. Aku pun kini telah menjadi seorang nenek renta denga sebelas cucu dari 5 orang anak-anakku 8 Tapi, sungguh aku tak dapat melupakan semua kejadian itu. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Panggonan Wingit: POHON ANGKER GEMPARKAN WARGA JAKARTA & KLATEN

KyaiPamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: ISTANA SILUMAN BUAYA PUTIH

adminsusuk

Ngaji Psikologi Bersama Kyai Pamungkas: MUDA DAN KAYA

KyaiPamungkas
error: Content is protected !!