Cerita Kisah Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: KUTUKAN GELUNG SELOGOWO, SRAGEN

Panggonan Wingit: KUTUKAN GELUNG SELOGOWO, SRAGEN

Jangan biarkan sendirian di area punden keramat Selogowo. Apa lagi jika mengambil sesuatu di lokasi tersebut. Meski warga setempat sering memberi sesaji, namun arwah penghuni keramat itu masih suka mengambil nyawa manusia. Hingga kini, tak seorangpun mampu memecahkan misteri yang menimpa warga tersebut. Entah sampai kapan kutukan itu lenyap?

 

Wilayah kabupaten Sragen, yang sebagian besar berupa kawasan perbukitan yang ditutupi hutan jati dan hutan Karet, hingga kini masih menyimpan banyak misteri. Satu bukti, yakni hampir disetiap sudutnya terdapat tempat-tempat keramat. Dan ‘hebatnya’ lagi, sampai sekarang tempat-tempat tersebut masih sering dikunjungi orang. Bukan hanya dari kalangan masyarakat biasa, tapi juga dari para pejabat. Baik yang sekedar ziarah sampai pada yang berharap berkah. Akan tetapi tidak semua tempat-tempat keramat tersebut didatangi orang.

 

Meski sedikit, ada juga yang justru dijauhi. Penyebabnya tak lain karena keangkeran atau kebengisan makhluk halus (lelembut) penghuninya. Orang-orang pun enggan untuk mendatangi lokasi tersebut karena takut tertular kutukan. Hingga tak berlebihan jika tempat keramat angker yang satu ini, begitu dimitoskan oleh warga sekitar.

 

Punden keramat Selogowo, begitu warga Sragen menyebut. Dijauhinya keramat tersebut, menurut warga sekitar, terkait dengan keberadaan arwah sang mbaurekso, yakni eyang Gelung Selogowo yang mediami lokasi tersebut. Jadi bukan karena lokasinya yang sulit dijangkau. Bahkan jika ditelaah, lokasi tersebut sangat mudah untuk didatangi. Hanya saja tak ada angkutan umum untuk menuju kesana.

 

Sekedar diketahui, konon, dari cerita warga diketahui, sosok eyang Gelung Selogowo menjadi momok, bukan lantaran seringnya menampakan diri. Tapi lebih karena tindakannya yang suka menculik nyawa-nyawa manusia terutama warga desa dimana punden tersebut berada. Hal ini terkait dengan hadirnya orang lain yang bermaksud jahat di area punden tersebut. Sebagaimana yang diungkap yu Niyem, Katanya, beberapa kejadian telah membuktikan bahwa kepercayaan warga di desa itu memang tidak salah.

 

“Kalau menurut hitungan saya, sudah sekitar 15 hingga 30 Orang Yang tewas gara-gara perbuatan Seseorang yang Seng, okasi punden keramat, katanya serius.

 

Yu Niyem kemudian mencontohkan peristiwa tewasnya mbah Minem, ibu kandungnya sendiri pada tahun 2014 Silam Kala itu ibunya sempat dirawat di RSup sragen hingga 2 pekan, setelah menderita sakit yang tiba-tiba menyerang.

 

Dari penuturan Yu Niyem, penyakit Yang diderita sang ibu katanya erat hubungannya dengan keramat Selogowo.

 

Dikisahkan waktu itu, sehari sebelum memanen padi di sawahnya, mbah Minem ditemani Agni, cucunya mengecek padi yang suda waktunya dipetik itu. Pada saat itulah keduanya melihat seorang pemulung melintas dan masuk ke area punden Keramat selogowo.

 

Entah apa yang dicari Orang itu di area pasarean desa tersebut. Setelah lama diperhatikan, ternyata saat keluar dari pasarean orang itu membawa suatu barang yang dimasukan karung. Entah apa isinya. Karena perbuatanya kurang terpuji, mbah Minem menegurnya, mengapa mengambil barang di pasarean tersebut.

 

Bukan hanya itu, mbah Minem juga mengingatkan bahwa tak seorangpun yang boleh mengambil barang atau benda apapun di area pasarean Selogowo, karena akibatnya akan berdampak bagi warga desa Mantup. Mendengar keterangan tersebut, lelaki setengah baya itu malah tertawa seolah peringatan mbah Minem dianggap lelucon. Bahkan ketika mbah Minem meminta barang itu agar dikembalikan, orang itu tertawa seolah tdak perduli, ia malah langsung kabur dengan mengenjot sepeda pancalnya melewati desa Mantup.

 

Mengetahui orang itu melewati dukuh tempatnya tinggal, mbah Minem bukan main kagetnya. Dan segera mengingatkan dengan keras agar orang tersebut tidak melewati perkampungan dimana ia tinggal. Akan tetapi teguran mbah Minem rupanya ditanggapi lain. Ia bukannya perduli, tetapi malah bablas mempercepat genjotannya dan akhirnya menghilang di perkampungan Dukuh Mantu?

 

“Pulang dari sawah itulah, tiba-tiba ia menemukan ibu saya sudah tergeletak di teras rumah. Tubuhnya lemas. Ia hilang kesadaran. jelas yu Niyem, anak kedua mbah Minem saat dikomfirmasi penulis Rumah sakit Sragen.

 

“Dua pekan lebih nenek saya koma. Tubuhnya hanya terbujur kaku. Karena tak ada kemajuan, akhirnya kami sepakat membawanya pulang,” timpal mbak Jan menantu yu Niyem.

 

“Mungkin sudah takdir, begitu sendiri berada di rumah, nenek kemudian Meninggal,” jelasnya dengan mimik sedih.

 

Apa yang diungkap di atas tadi hanyalah segelintir kisah pilu warga Desa Mantup yang menanggung derita akibat kutukan penghuni punden keramat Selogowo. Ceritanya bukan hanya sampai disitu, bahkan terdapat beberapa cerita mengerikan, telah terjadi menimpa desa tersebut. Salah satunya adalah kisah tewasnya seorang peternak bebek.

 

Lima tahun silam, (28/11), kegemparan melanda wilayah Karangmalang. Pemicunya warga setempat menemukan mayat seorani petani, tersangkut di pintu darurat sungai kecil yang mengalir di wilayah kecamatan tersebut. Pihak berwajib yang melakukan penyelidikan, akhirnya bisa memastikan, bahwa lelaki yang sudah menjadi babatang itu, diketahui sebagai seorang peternak bebek, warga dusun Mantup. Sementara berdasar otopsi dari pihak rumah sakit berhasil disimpulkan, Lek Kentus, demikian biasa dipanggil semasa hidup, meninggal karena perbuatan seseorang.

 

Sayangnya, hingga akhir tahun 2013 lalu, kasus tewasnya pemilik ternak ribuan bebek itu, tetap menjadi misteri besar. Penyelidikan yang dilakukan pihak berwajib, tak membuahkan hasil yang berarti. Baik tentang pelaku maupun motif pembunuhnya belum ada titik terang. Semua mengalami kebuntuan ditengah jalan. Padahal penyelidikan itu sendiri, telah melibatkan polres yang membawahi TKP penemuan mayat lek Kentus.

 

Belakangan, masyarakat sebenarnya sudah lupa pada kasus tersebut. Keluarga korbanpun sudah mengiklaskan dan berupaya melupakan. Namun seakan tak rela pembunuhnya lolos dari jerat hukum, dipertengahan tahun 2013 lalu, kejadian serupa kembali menggegerkan warga yang tinggal di lokasi jasad lek Kentus ditemukan dulu. Tak ayal, mereka akhirnya teringat kembali pada kasus kematian peternak bebek yang tak jelas tersebut,

 

Tanpa disangka oleh siapapun, arwah lelaki itu membeberkan sendiri pelaku yang telah membunuh dirinya, tak lain adalah seorang tokoh mandraguna yang hidup di masa silam. Pengakuan tersebut ia lontarkan dengan meminjam mulut Sukardi (42), warga desa Tewel, tetangga desa Mantup.

 

Kronologisnya, menurut Sukardi, sejak dirinya tinggal serumah dengan ibu mertua di dusun Mantup atas permintaan Sringatin, istrinya yang akan melahirkan waktu itu. Sukardi yang membuka usaha toko pupuk pertanian di Kembangan, mendadak sering bertingkah aneh, yang menurut istrinya terjadi diluar kesadaran suaminya.

 

Sejak itu, setiap hari, mulai pagi hingga menjelang sore ia selalu menunjukan sikap diam, mematung dan membisu.

 

Wanita berusia 35 itu, menjelaskan, pada saat-saat seperti itu, mata suaminya tampak tak berkedip sekalipun. Dan yang lebih mengkhawatirkan, jika ada orang lain yang bertanya saatia terdiam, maka Sukardi langsung menempeleng orang itu. Tak itu saja, sejak bertingkah laku aneh, pria berbadan kekar itu jarang sekali minta makan. Hal itulah yang membuat khawatir keluarga.

 

“Pokoknya setiap hari suami saya ini selalu mengalami keanehan,” jelas Sringatin kepada penulis.

 

Kondisi Sukardi seperti itu berlangsung hingga cukup lama. Khawatir akan terjadi hal yang lebih buruk, keluarganya lantas meminta bantuan seorang ustadz untuk menyembuhkan. Namun hingga beberapa ustadz telah dimintai bantuan, kondisi bapak beranak satu itu tetap tak berubah.

 

Hingga suatu hari, Sringatin memberanikan diri menanyai suaminya, ketika sang suami kembali bertingkah aneh. Istrinya itu hanya ingin memastikan, siapa sebenarnya yang telah menyusup ke raga suaminya. Dan ternyata, usahanya tak sia-sia. Menurut penuturan Sringatin, lewat bibir suaminya lalu meluncur kalimat jawaban, jika dirinya adalah lek Kentus yang tewas akibat kutukan. Karuan saja jawaban tersebut langsung mengingatkan keluarganya pada kasus penemuan mayat peternak bebek itu di pintu air sungai.

 

“Jadi sebenarnya yang menjawab itu adalah arwahnya mendiang lek kKentus. Cuma saja ia meminjam mulut suami saya,” tutur Sringatin.

 

Mengetahui yang menyususp ke raga Sukardi adalah arwah lek Kentus, pada kesempatan lain keluarga Sringatin kembali menanyai suaminya itu, saat kembali kerasukan. Kali itu yang ia tanyakan, yakni alasan arwah lek Kentus menyusup ke raga Sukardi? Jawaban yang didapat, “Lek Kentus masih mau hidup. Dia sebenarnya belum siap menerima kematian. Karena itu, setiap hari ia meminjam raga suami sava untuk mengutarakan sesuatu,” tandasnya.

 

Lantaran arwah Lek Kentus tetap merasuki raga Sukardi setiap hari, akhirnya pihak keluarga kembali mencari cara untuk mengusirnya. Untuk tujuan itu, mereka lantas meminta bantuan Mbah Kandel (62), seorang spiritualis asal Karangm Malang yang mendalami ilmu kejawen. Saat berdialog ketika arwah Lek Kentus sedang menyusup ke raga Sukardi itulah, terungkap siapa sebenarnya yang telah membunuh dirinya. Dari mulut Sukardi yang tengah kerasukan, meluncur jawaban jika yang telah membunuhnya adalah seorang tokoh sakti yang kini bermukim di pasarean desa. Sayangnya, saat itu arwah Lek Kentus tak menyebutkan nama pelaku secara jelas.

 

“Saat ditanya Mbah Kandel jawabannya ya Seperti itu. la mengaku, jika dirinya adalah korban kutukan sang mbaurekso yang menguasai pasarean Desa Mantup, jelas Sringatin.

 

Lantas bagaimana komentar Sukardi? Saat dikomfirmasi penulis, ia mengaku tak bisa mengingat apapun lagi bila arwah lek Kentus masuk ke dalam raganya. Dan begitu arwah lek Kentus pergi, Sukardi mengaku, merasakan tubuhnya lemas, seakan tak bertulang. Satu kondisi yang umum terjadi pada korban-korban kerasukan makhluk halus. “Kalau dia sedang merasuk ke raga saya, saya tak ingat apa-apa. Sedang kalau saya sudah sadar, tubuh ini rasanya lemas sekali,” tuturnya menerangkan kembali kejadian waktu itu.

 

Hampir sama dengan yang dialami Sukardi. Mbah Kandel juga mengungkap sisi lain dari cerita mitos yang telah berurat akar di desa Mantup. Apa yang diungkap mbah Kandel, senada dengan pandangan seorang pemuka agama asal Mageru, Kyai Sodikin (70). Menurut kyai, mayoritas orang yang tewas karena dibunuh, tak akan menerima kematian tersebut. Ia selalu mengatakan, tak sedikit kasus serupa yang terungkap atas andil arwah sang korban sendiri. Secara tersirat, katanya hal itu merupakan balas dendam dari sang korban.

 

“Caranya ya sepereti itu tadi. Anwah korban masuk ke raga orang yang dikehendaki, lalu membongkar semuanya,” jelas kyai yang masih nampak sehat itu.

 

Sekedar mengingatkan, dari keterangan beberapa warga desa Mantup, ulah arwah sang maurekso yang menghebohkan masyarakat itu ternyata sudah kesekian kalinya terjadi. Sebelumnya, di tahun 90-an,.arwah tokoh sakti itu membuat ulah dan meneror warga Mantup. Salah satu korban… adalah Rukiyem, seorang pedagang pecel yang mendadak tewas tanpa sebab yang jelas.

 

Tak hanya Rukiyem yang mengalami nasib nahas. Seorang ledek warga Mantup juga mengalanni nasib yang sanr’a dengan Rukiyem, ditemukan mati mendadak setelah semalaman manggung di Batu jamus. Usut punya usut, kematian ledek klenengan itu mati mendadak setelah melewati jalan pintas di tengah pasarean Selogowo. Pada saat untuk mempercepat sampai di rumah, rombongan ledek sengaja lewat pasarean. Namun, entah apa yang diambil salah satu nayaga di lokasi tersebut. Yang jelas, setelah sampai di rumah, ledek yang tak diketahui namanya itu tiba-tiba mati mendadak. Tentu saja, kematian yang tiba-tiba itu sempat membuat warga kaget.

 

JANGAN NEKAT!

 

Dari penuturan mbah Kandel itulah, diketahui jika ada warga yang nekat, bisa dipastikan cepat atau lambat salah satu warga Dukuh Mantup akan meninggal, dengan sebab yang tak diketahui. Mitos tersebut sudah berlangsung secara turun temurun sejak leluhur mereka masih hidup. Dan bahkan beberapa kali, ia menyaksikan sendiri akibat dari seseorang melanggar larangan tersebut.

 

“Kalau ada yang nekat, warga kamilah yang bakal menuai akibatnya. Pasti salah satu warga Mantup ada yang meninggal, entah itu dengan cara apa. Padahal, tak kurang-kurang warga desa Mantup menggelar sesaji dan melakukan bancaan di pepunden itu. Tapi hasilnya sama saja, Mas,” tegasnya dengan nada keras saat menuturkan.

 

Masih menurutnya, jangankan warga sekitar, orang luar yang kebetulan melewati jalan di tengah pasarean dan bahkan mengambil benda apa saja yang ada di pasarean tersebut, warga Mantup akan dengan keras menyuruh orang tersebut untuk segera mengembalikannya.

 

“Warga Mantup yang menjadi korban terakhir adalah Sukiran. Ia ditemukan mati mendadak ketika bangun tidur, padahal dari keterangan keluarganya sebelum ditemukan terbujur kaku, ia tidak menderita penyakit apapun,” papar kakek duda itu dengan mimik serius, mencontohkan korban kutukan tersebut.

 

“Usut punya usut, dari cerita warga Desa Mantup yang sedang “ngrabuk” (memberi pupuk) padi, satu hari sebelumnya, ia melihat dua orang kuli tukang yang sedang merenovasi pagar makam. Kedua orang tersebut katanya diketahui membawa sisa bekas pagar yang rusak dan membawanya pulang. Sewaktu pulang keduanya terlihat memasuki dukuh Mantup setelah sebelumnya menyusuri jalan desa yang ada di sebelah barat. Sebenarnya waktu itu, hendak memberitahukannya, namun mereka sudah terlanjur masuk kampung dengan sepeda motor yang mereka naiki,” kata Mbah Kandel panjang lebar.

 

Pada saat upacara pemakaman warga yang meninggal, seluruh lapisan masyarakat maupun perangkat desa setempat sudah mengumumkan bahwa untuk memasuki kawasan punden harus melalui jalan yang ada di sebelah barat pasarean. Dan baru pulangnya dibolehkan melewati jalan disebelah timur pasarean.

 

“Jadi sewaktu pulang dari pasarean, tak satupun warga yang pulang dengan melewati jalan yang ada disebelah barat, apa lagi jika membawa sesuatu barang yang diambil dari pasarean, itu tindakan yang keliru dan sangat menentang maut,” katanya lagi dengan nada serius.

 

“Saya tidak mengada-ada, mas bisa lihat makam dipinggir sawah itu? Itulah makam warga Mantup yang jadi korban terakhir dari perbuatan orang luar (warga lain) yang mengambil kayu kering pohon trambesi di pasarean ini. Orang itu katanya sewaktu membawa kayu, pulangnya lewat dukuh Mantup dengan melalui jalan yang ada disisi barat pasarean,” jelas kakek yang masih nampak sehat itu seraya menunjukan sebuah makam baru.

 

Tak hanya cerita itu. Mbah Kandel lantas menceritakan kembali satu kejadian serupa yang dialami warga desa Mantup lainnya. Yakni kematian yang dialami istri seorang penangkap burung yang meninggal dengan cara tak wajar. Setelah ditelusuri penyebab kematian tersebut, barulah ia tersadar, bahwa tiga hari sebelum ditemukan mati, suami orang yang meninggal itu baru saja mengambil 2 anak burung prinjek diatas pohon doro yang ada di pasarean.

 

“Suaminya memang gemar memelihara burung. Apa lagi burung hasil tangkapan.

 

Ya, hari itu rupanya apes sedang mengincar keluarga mereka, ia lupa kalau di area pasarean Mantup itu dilarang keras mengambil sesuatu apa lagi sampai membawanya pulang, Itu kan pamali (kualat),” imbuh Mban Kandel mengakhiri cerita.

 

KUTUKAN

 

Ternyata yang mengakui mitos yang berdampak kematian bagi warga dukuh Mantup itu tak hanya warga setempat. pengakuan senada juga terlontar dari pensiunan guru asal Bendungan, Kedawung yang kini sibuk mengurus lahan Sawah, prs. Sunardi (60). Menurutnya, sewaktu dirinya masih mengajar di wilayah Mojorejp Karangmalang, belum sekalipun dirinya melintasi kedua jalan makadam Yang ada sisi timur dan barat pasarean tersebut,

 

“Karena ada kepercayaan semacam itu saya selaku orang jawa tulen, ya percaya. saya pikir lebih baik melakukan tindakan prevektip dari pada terjadi hal-hal yang tida diinginkan,” akunya merendah.

 

Berkembangnya larangan pengambilan barang dari pasarean Desa Mantup yang akan mengakibatkan nyawa warga melayang, menurutnya tidak lepas dari saty cerita yang melatar belakanginya. Secara panjang lebar lelaki yang masih gemar berolah raga bulutangkis itu, mengisahkan cerita lawas tersebut.

 

Konon, dari kepercayaan masyarakat, Eyang Gelung Selogowo adalah tokoh sakt mandraguna yang lahir di tanah Sukowati. Tak satupun orang yang mengetahui nama asli pemuda sakti tersebut. Hanya saja dikarenakan rambutnya yang tak pernah dipotong dan dibiarkan menggelung, akhirnya orang-orang menyebutnya Ki Gelung. Karena kesaktiannya yang tersohor, akhirnya ia ditemukan orang-orang kerajaan dan diboyong ke Mataram kuno serta ditempa menjadi salah seorang prajurit di Keraton Mataram. Hingga bertahun-tahun jadi prajurit keraton dan ikut berperang bak melawan Belanda maupun perang untuk memperluas daerah jajahan.

 

Karena kehebatan dan keberhasilannya sebagai prajurit andal, ia mendapat banyak anugerah dari raja Mataram. Namun, akibat kehebatannya itu, tak urung ada saja yang merasa iri atas kemajuan Ki Gelung muda. Berbagai fitnahan dan ancaman pembunuhanpun mereka lakukan untuk menghabisi nyawanya. Merasakan kondisinya sudah tidak aman berada di keraton, akhirnya diam-diam ia pergi meninggalkan kemewahan keraton. Ia kembali pulang ke tanah Sukowati.

 

Namun karena lama tidak menginjak kampung halaman, akhirnya ia kesasar hingga tiba di sebuah kawasan rendah yang ada di tanah Sukowati bagian Uta Dengan terpaksa ia membuka lahan perkampungan dan tahan pertanian, berhasil membangun sebuah perkampungan Ki Gelung akhirnya miyang (pergi untuk lelaku) melanjutkan perjalanannya menuju tempat tinggalnya yang dulu, guna memantapkan ilmu kanuragan yang dilakukannya sebelum ke Mataram.

 

Namun, karena banyaknya hambatan yang diakibatkan selama dalam perjalanan, tujuan mulia untuk menggelar ritual kanuragan, akhirnya harus gagal karena ia terdampar di sebuah kawasan asing. Akan tetapi merasakan kenyamanan berada di wilayah itu, akhirnya ia memutuskan untuk mengakhiri petualangan tersebut. Ia yakin, jika tempat itu adalah tempat tinggalnya yang dulu meski kedua orang tuanya sekarang sudah tidak ada. Merasa dirinya sudah pulang (mantuk) lantas ia memberinya nama wilayah tersebut dengan sebutan Dukuh Mantuk. Namun karena lidah orang Jawa yang ingin gampangnya saja, nama Mantuk akhirnya jadi Mantup.

 

Seiring perjalanan waktu, Ki Gelung pun menikahi menikah dan memiliki banyak anak. Kehidupan masyarakatnyapun lambat laun semakin makmur. Selain digembleng dalam hal mengolah lahan pertanian ia juga banyak mengajarkan berbagai ilmu kanuragan. Pertanian yang mereka jalankanpun menghasilkan panen yang cukup melimpah. Semuanya berkat bimbingan Ki Gelung. Karena kearipan dan kemurahan hatinya, akhirnya masyarakat memanggil ki Gelung dengan sebutan Eyang Gelung Selogowo.

 

Namun keberadaan pemukiman baru yang tenang dan makmur itu, malah jadi incaran para perampok. Beberapa kali, pemukiman tersebut disantroni para perampok yang mengincar padi hasil panen, ternak warga, serta para gadis belia. Akan tetapi, kian lama para perampok itu menjadi keheranan, karena setiap kali berusaha menyerang pemukiman itu, mereka selalu gagal. Padahal di dalam kawasan pemukiman itu hanya ditinggali oleh para manula dan para petani. Hal itulah yang menjadi pikiran para perampok itu, kenapa mereka selalu gagal.

 

Hingga suatu ketika pada saat mereka melaksanakan kembali aksinya, salah seorang yang dianggap pemimpin langsung menggunakan kekuatan supranaturalnya guna mendeteksi keadaan tersebut. Melalui deteksi itu, diketahui jika hal itu bersumber pada sebuah rumah yang ada di tengah perkampungan tersebut, yakni rumah Eyang Gelung Selogowo. Orang sakti itulah yang telah melindungi pemukiman tersebut sehingga menjadi tentram.

 

Mereka berpikir di rumahnya yang sederhana itu juga menyimpan sebuah benda pusaka dari peninggalan keraton Mataram kuno. Pusaka tersebut konon dipendam disebuah sumur tua yang ada di salah satu gumuk di luar dukuh tersebut. Begitu mengetahui pusaka penolak bala dipendam di dalam sumur, gerombolan perampok itu, segera mengatur strategi untuk mencurinya.

 

Pada malam yang telah ditentukan, mereka akhirnya berhasil menemukan sumur tersebut. Isinya ternyata bukan hanya senjata pusaka peninggalan Kerajaan Mataram. Di dalamnya juga tersimpan lembaran-lembaran daun lontar yang bertuliskan huruf Jawa kuno yang menerangkan sebuah jurus ilmu kanuragan, serta ratusan koin emas.

 

Begitu mereka siap hendak meninggalkarlokasi, perbuatannya diketahui Eyang Gelung Selogowo dan beberapa warga lainnya sehingga mereka berhasil menyergapnya. Para perampok itu tak bisa berbuat banyak, seketika terkepung. Merasa kepalang tanggung ketangkap basah, dengan nekad kemudian menyerang sekelompok warga. Setelah sekian lama adu kesaktenpun terjadi. Para perampok itu akhirnya dapat dikalahkan. Bahkan beberapa di antaranya tewas di lokasi. Akan tetapi pimpinan perampok yang bertampang sangar itu berhasil meloloskan diri dengan membawa senjata pusaka peninggalan keraton milik Eyang Gelung dan beberapa keping koin emas. Pimpinan rampok yang berhasil meloloskan diri kemudian lari ke arah perkampungan Mantup, Tak ingin buruannya hilang, Eyang Gelung Selogowo pun segera mengejar hingga ke ujung kampung. Namun nasib apes ternyata tengah berpihak pada sang pemimpin rampok. Begitu tiba di ujung desa, sekelompok warga telah menanti untuk menghakimi. Maka tak ampun, begitu tertangkap merekapun menghakiminya.

 

Bahkan ketika Eyang Gelung Selogowo tiba, orang itu masih jadi sansak puluhan warga yang merasa kesal, hingga klenger. Eyang Selogowo mencoba menenangkan, agar tak berbuat yang lebih ekstrim.

 

Akan tetapi tindakan Eyang Selogowo yang melerai kedua belah pihak, malah dimanfaatkan pemimpin rampok itu untuk berbuat curang balik menyerang Eyang Selogowo dengan senjata pusakanya sendiri. Karena tidak menduga atas serangan yang mendadak, Eyang Selogowopun akhirnya terbunuh dan tubuhnya terkapar. Mengetahui sesepuh kampungnya bersimbah darah, wargapun segera menolong. Menyadari ada kesempatan, meski tubuhnya sudah tak bertenaga, dengan memaksa pemimpin rampok itu akhirnya meloloskan diri dengan membawa senjata pusaka dan harta hasil jarahan.

 

Kembali kepada keadaan Eyang Gelung Selogowo yang terkapar. Merasa khawatir mereka membawa tubuh orang yang disegani itu ke dalam rumah dan segera mengobatinya. Namun, hingga hampir lima minggu lamanya sejak mendapat serangan mendadak itu, kesehatan Eyang Gelung semakin menurun. Kes Merasa kehadirannya di dunia tinggal menunggu waktu, maka dikumpulkannya seluruh warga dan para pengikutnya sebagai musyawarah terakhir.

 

Di hadapan banyak orang itulah, sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Eyang Selogowo sempat mengeluarkan unek-unek batin yang oleh mereka lebih tepat disebut sebagai sumpah. Isinya mengutuk siapa saja yang membawa barang dari lokasi sumur (sekarang punden keramat Mantup). Salah satu warga Mantup, mengetahui ucapan orang yang ditokohkan itu bukan main-main, seluruh warga saat itu juga langsung meminta ampun agar sesepuh yang mereka hormati itu segera mencabut ucapannya. Namun, Eyang Gelung Selogowo sudah tidak mampu menjawab. Pasalnya lelaki yang mempunyai ilmu kanuragan mumpuni itu telah pulang kehadirat Illahi alias wafat. Akan tetapi meski tokoh yang diidolakannya itu telah tiada, namun warga hampir sepanjang hari merasa khawatir atas kutukan yang berasal dari ucapan sesepuh mumpuni tersebut.

 

“Seperti itulah mitos yang hingga kini menjadi cerita turun temurun masyarakat Desa Mantup. Dan tempat pendaman senjata pusaka itu kemudian mereka sebut dengan nama punden Mantup. Pepunden itulah yang hingga kini sangat ditakuti warga. Di lokasi itu pula, Eyang Gelung Selogowo dimakamkan, tepat berada di bawah pohon trembesi tua.

 

“Mengenai benar tidaknya saya kurang tahu. Tapi yang jelas, hingga sekarang tak ada satupun warga yang melanggar larangan itu,” tutup Sunardi mengakhiri. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: RITUAL DARAH PERAWAN

KyaiPamungkas

Pengalaman Naik Kapal Hantu

adminruqyah

Curhat Kyai Pamungkas: Ditiduri Paranormal, Hidup Jadi Susah

adminruqyah
error: Content is protected !!