Panggonan Wingit: PETILASAN KI AGENG GIRING, BANJARNEGARA
Mengalap barokah, biasanya dilaksanakan di makam-makam kuno yang dipercaya mempunyai nilai historis bagi mereka dan diyakini bisa menyampaikan kepada Gusti Allah. Untuk referensi bagi mereka yang sedang melakukan pertapaan di berbagai tempat, sepertinya sangat tepat kalau referensi makam keramat yang satu ini sebagai jujugan mengalap barokah…
Petilasan yang ada di Desa Wisata Religi di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, ini dikenal dengan nama Petilasan Ki Ageng Giring. Berada di puncak perbukitan Gunung Langen atau lebih dikenal dengan sebutan Giri Langen di desa Gumelem Wetan, kecamatan Susukan, yang berada di ketinggian 2.015 meter di atas permukaan laut (dpl). Seperti apa sejatinya makam keramat yang mempunyai nilai sejarah salah satu kerajaan di tanah jawa ini? Simak penelusurannya.
Desa Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon, kecamatan Susukan, dijaman Kademangan Gumelem pada abad 15 masih menjadi satu desa. Letak geografisnya di ujung sebelah barat dari Kabupaten Banjarnegara. Sejak lima tahun terakhir ini, sudah ditetapkan sebagai Desa Wisata Religi melalui Bidang Budaya dan Situs Kepurbakalaan, Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata RI.
Karena ada beberapa tempat yang konon cerita mengandung nilai sejarah kerajaan, dan tentunya sangat diyakini oleh mereka para pengalap barokah sebagai makam kuno yang dikeramatkan, karena memiliki kekuatan magis bagi orang yang datang dan bisa merasakannya. Seperti di Petilasan Ki Ageng Giring, di puncak Giri Langen.
Udara sejuk di siang hari yang selalu menyelimuti perbukitan Giri Langen ini menambah aura mistis wilayah itu semakin kental. Sementara di malam hari sunyi, sepi, dan jauh dari kebisingan lalu lalang warga desa sehingga bisa menambah kekhusyukkan orang yang berdoa di tempat itu. Bahkan jika mata memandang jauh dari hamparan bukit itu, akan terlihat jelas kerlap-kerlip lampu di pusat kota kabupaten Banjarnegara, kabupaten Purbalingga dan kota Purwokerto di kabupaten Banyumas, yang tentunya akan menambah keindahan panorama dari puncak Giri Langen.
Sedangkan untuk mencapai Giri Langen itu sendiri sangat mudah, karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari jalan raya nasional Banjarnegara – Jakarta di Desa Gumelem, dengan Kondisi jalan perbukitan yang menanjak sepanjang sekitar 7 kilometer. Bahkan para tukang ojek yang biasa mangkal selama 24 jam, siap mengantarkan warga yang ingin ngalap berkah, dengan cukup merogoh kocek sebesar Rp 6000,di siang hari, tapi kalau malam hari mencapai Rp 10.000,.
Namun jika memakai kendaraan pribadi seperti mobil, kendaraan tersebut hanya akan sampai di tepian gunung. Pasalnya, akses jalan menuju ke pelataran makam keramat itu tertutup oleh tiga batu besar di tengah jalan desa itu. Keberadaan tiga batu besar itupun diyakini mempunyai cerita misteri tersendiri. Sehingga sisa perjalanan ke Petilasan Ki Ageng Giring harus ditempuh dengan berjalan kaki. Akan tetapi jika menggunakan kendaraan roda dua atau sepeda motor bisa sampai ke pelataran parkir petilasan tersebut.
Diceritakan Ahmad Sujeri (49), yang dipercaya menjadi juru kunci Petilasan Ki Ageng Giring dan Makam Ki Demang Gumelem, bahwa empat buah batu besar yang terletak di tengah-tengah jalan menuju ke petilasan, konon cerita, sengaja dilemparkan oleh Ki Ageng Giring dari atas Giri Langen untuk menghalang-halangi kejaran bala tentara kerajaan Pajang yang akan membunuh Ki Ageng Giring atas perintah Sultan Pajang waktu itu, yaitu Raden Hadiwijaya.
Batu besar itu memang sebagai penghalang lajunya bala tentara Kerajaan Pajang yang akan membunuh Ki Ageng Giring. Hal ini bisa terjadi karena Sultan Pajang termakan hasutan anak-anak dar Ageng Pemanahan yang sedang berkuas Kerajaan Mataram,” jelas Ahmad Sujeri, tinggal di Grumbul Werat RT.01/RW.01, Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan.
Pernah warga desa setempat, lanjut Sujeri, mencoba untuk memecahkan batu besar itu jadi beberapa bagian kecil pada pertengahan tahun 1988, dengan tujuan bisa dipindahkan serta tidak menghalangi para pejalan kaki. Namun ada beberapa warga yang ikut serta melakukan pembel ketiga batu besar tersebut diberi petunjul nyata melalui mimpi. Menurut penuturan para warga itu, kalau dirinya didatangi orang berjubah putih yang menyatakan melarang batu tersebut untuk dipindahkan atau dibuang.
“Anehnya batu besar itu tidak terlihat orang yang bekerja,” akunya.
IZIN JURU KUNCI
Setiap malam Senin Wage dan Kamis Wage makam kuno dan keramat dari Ki Ageng Giring ini selalu rame dikunjungi orang yang ingin ngalap berkah atau melakukat perenungan untuk menenangkan diri menghadap Sang Pencipta Alam Semesta. Ada runtutan tata cara lelaku ritual di tempat ini. Menurut Ahmad Sujeri, bagi pengalap berkah melalui penuntunannya agar terik dahulu melakukan pisowanan dan mohon ijin di makam Ki Demang Gumelem alias Ki Demang Khasan Buseri alias Ki Yudha Kusuma.
“Ki Yudha Kusuma alias Ki Demang Gumelem ini kan, selain sebagai Demang Kademangan Gumelem pada abad 16, merupakan Juru Kunci pertama Petilas Ageng Giring, atas perintah raja Mataram pertama yaitu Sultan Agung. Jadi tidak ada salah melakukan pisowanan terlebih dulu sebelum menuju petilasan Ki Ageng Giring,” tutur pria yang menikahi Dariyem itu.
Di sekitar makam utama Ki Demang Gumelem, terdapat makam para kerat dan makam adik-adiknya. Selama dala perjalanan menuju ke petilasan Ki Agei Giring, Ahmad Sujeri mewanti-wanti (mengingatkan, red) untuk tidak meludah maupun membuang sesuatu ataupun menyombongkan diri, karena jika hal it sampai dilanggar, tidak hanya gagal mencapai puncak Giri Langen karena kelelahan, tapi juga adanya kendala bisa menghalangi niat yang sudah tersusun rapi di dalam hati.
“Yaa sebaiknya jangan sombong dan jangan menganggap remeh baik di jalan menuju petilasan hingga sampai di sekitar petilasan itu sendiri. Pasalnya sudah banyak yang dibuat jera atau kapok hingga minta ampun sembari jerit-jerit nangis karena penyesalannya,” ungkap pria kelahiran 1964.
Pernah ada yang berfoto di sekitar makam dengan memakai kamera saku digital serta ada yang memakai kamera HP. Sangat terkejut mereka, karena hasil jepretan kamera itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, gambar kedua gadis itu hanya sepotong dari pinggang ke bawah, sementara bagian atasnya tampak seperti binatang harimau. Ditambah lagi setelah mereka berpotret, kedua gadis atau wanita itu langsung pingsan.
“Untung waktu itu saya masih di rumah tidak sedang bepergian. Ketika kedua pria tersebut membawa dua gadis itu ke rumah saya langsung saya doakan dan meminta maaf atas kelancangan mereka di petilasan Ki Ageng Giring,” kata Ahmad Sujeri, yang termasuk keturunan Ki Demang Gumelem.
SIAPAKAH KI AGENG GIRING?
Secara terpisah, Ketua Paguyuban Kerabat Mataram (Pakem) Pusat, R. Yatman Sumarman (75), yang bergelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPAr) Hargo Kusuma, mencoba menuturkan kisah perjalanan Ki Ageng Giring, saat MISTERI menemui di rumahnya, di Banyumas. Ki Ageng Giring yang hidup diabad 16 tepatnya ditahun 1478, ketika kerajaan Pajang dipimpin Sultan Hadiwijaya.
Saat itu, Ki Ageng Giring yang memang senang melakukan puasa tidak makan, tidak minum serta tidak tidur atau lebih akrab disebut ‘lelaku tirakatan’, mendapatkan wahyu serta petunjuk tentang kelak siapa yang akan menjadi ratu Mataram Islam pertama. Kerajaan Mataram Islam pertama itu berpusat di Kartosuro, Solo.
“Adapun petunjuknya adalah siapa yang bisa mendapatkan buah kelapa ijo yang masih muda (degan, red) dan posisi buahnya menghadap ke Timur. Selanjutnya, ketika buah kelapa ijo itu dipetik dari pohonnya maka tidak boleh dijatuhkan atau menyentuh ke tanah,” cerita pria kelahiran 1 Agustus 1938.
Setelah Ki Ageng Giring mendapat wahyu itu, lanjutnya, dia mencarinya hingga bisa menemukan di ladangnya yang terletak di tepi hutan. Setelah mendapat buah kelapa ijo yang masih muda dan terasa segar di pagi hari itu, lalu dibawanya pulang dan langsung dikupas hingga siap untuk diminum.
Tapi dikarenakan saat itu masih terlalu pagi dan belum begitu haus, maka Ki Ageng Giring berpikir untuk diminum siang hari usai dirinya bekerja di ladang. Akhirnya buah kelapa ijo itu diletakkan di meja kecil di dapur.
Saat Ki Ageng Giring sedang bekerja di ladang, datanglah Ki Ageng Pemanahan dari Mentawuk yang habis melakukan perjalanan jauh dan merasa kehausan. Ki Ageng Pemanahan pun singgah barang sejenak di rumah Ki Ageng Giring untuk melepas lelah. Dikarenakan Ki Ageng Giring yang sedang di ladang maka kedatangan Ki Ageng Pemanahan hanya disambut istri dari Ki Ageng Giring.
Di sini, Ki Ageng Pemanahan meminta air untuk diminum karena dirinya kehausan setelah melakukan perjalanan jauh. Selanjutnya istri Ki Ageng Giring pergi ke dapur untuk mengambil air putih. Ternyata dirinya melihat buah kelapa ijo yang sudah terbuka dan siap diminum di atas meja.
Dikarenakan Ki Ageng Pemanahan merupakan sahabat dari Ki Ageng Giring, sehingga istri Ki Ageng Giring menyuguhkan yang terbaik dari pada segelas air putih. Hidangan buah kelapa ijo itupun langsung diminumnya hingga habis tak tersisa.
Kemudian di siang yang cukup panas itu, Ki Ageng Giring pulang dari ladang, dan dijumpainya sahabat baiknya yang sedang beristirahat. Setelah berbincang-bincang sekilas, kemudian Ki Ageng Giring pergi ke dapur untuk mengambil kelapa ijo yang disimpannya di atas meja. Tapi ternyata buah kelapa ijo itu sudah tidak ada. Setelah ditanyakan kepada sang istri, ternyata Kelana ijo itu telah disuguhkan kepada sang Sahahg Ki Ageng Pemanahan yang kehausan setelah menempuh perjalanan jauh.
Meski tersirat wajah kekecewaan tapi Ki Ageng Giring mengikhlaskan air degan kelapa ijo itu diminum Ki Ageng Pemanahan, dengan sebelumnya Ki Ageng Giring bertutur asal muasal dirinya mendapatkan buah kelapa ijo tersebut. Selanjutnya Ki Ageng Pemanahan pun meminta maaf atas ketidaktahuannya, dan dirinya berjanji serta membuat kesepakatan dengan Ki Ageng Giring.
“Kesepakatan itu berbunyi, keturunan Ki Ageng Pemanahan hanya akan menjadi raja Mataram Islam hingga turunan ke tiga saja. Selepas itu akan diteruskan oleh keturunan dari Ki Ageng Giring,” papar KPAr Hargo Kusuma, yang menikahi Sri Purwaheruningsh (64), pada 5 Juli 1970.
Ki Ageng Giring yang memendam rasa kecewanya tersebut, lanjutnya, kemudian Ki Ageng Giring melakukan perjalanan bersama istri dan putrinya, Dewi Purwasari, hingga ke pedusunan Selamerta. Karena istri dan anaknya ini sudah tidak kuat lagi untuk meneruskan perjalanannya maka mereka berpisah. Dewi Purwasari dan ibunya menetap di dusun tersebut, sedangkan KI Ageng giring tetap melanjutkan perjalanan hingga ke Kademangan Beiji.
Singkat cerita, anak-anak keturuan Ki Ageng Pemanahan ketiga yang tidak rela tampuk kekuasaannya diserahkan kepada Ki Ageng Giring, berhasil memprovokasi Sultan Hadiwijaya untuk membunuh Ki Ageng Giring yang mencoba hendak melawan kekuasaan Kerajaan Pajang. Akhirnya Sultan Hadiwijaya memerintahkan beberapa prajuritnya untuk mencari Ki Ageng Giring sembari membekali sebilah keris kepada prajuritnya.
“Sultan Pajang ini sengaja memberikan sebilah keris tanpa sarung, sembari berpesan kepada prajuritnya agar meminta sarung dari keris itu yang ada pada Ki Ageng Giring,” kata KPAr Hargo Kusumo.
Setelah melakukan pencarian hingga berbulan-bulan, tuturnya kemudian, akhirnya para prajurit menemukan keberadaan Ki Ageng Giring di Kademangan Beiji. Sembari memberi hormat, para prajurit tersebut menunjukkan sebilah keris sambil berkata bahwa mereka menuruti perintah raja Pajang, yang mana sarung dari keris itu ada pada Ki Ageng Giring.
Ki Ageng Giring yang tanggap dengan apa yang dimaksud dari perkataan itu, sehingga dengan kesaktiannya dia mencoba menghindar dari prajurit yang hendak membunuhnya itu dengan sekedipan mata lantas Ki Ageng Giring menghilang dan berlari hingga ke Kademangan Gumelem.
JASAD MENGHILANG
Sesampai di Kademangan Gumelem, pengejaran masih terus dilakukan para prajurit Kasultanan Pajang, hingga kematian Ki Ageng Giring yang bukan karena dibunuh oleh prajurit Pajang. Melainkan dikarenakan Ki Ageng Giring yang sudah tidak lagi muda dan kesehatan yang sudah menurun hingga akhirnya meninggal di kademangan tersebut.
Selanjutnya oleh Demang Gumelem alias Ki Demang Yudho Kesumo hendak dimakamkan di atas bukit. Sesampainya di bukit, keranda tempat mengusung jenazah itupun langsung dibuka. Semua orang yang mengiring ke tempat peristirahatan terakhirnya itupun terkejut dan terkesima. Karena Jasad Ki Ageng Giring sudah tidak ada, yang ada hanya kain kafan yang sudah dilipat rapi.
“Hal ini disamping Ki Ageng Giring yang memiliki kesaktian luar biasa, juga dikarenakan raja Mataram Islam Pertama yang baru, mengambil jasad Ki Ageng Giring yang kemudian dimakamkan di Daerah Wonosari, selatan Jogjakarta. Dan bukit di mana jasad Ki Ageng Giring menghilang itu diberi nama Giri Langen yang artinya Gunung Ilang,” urai pria yang masih aktif memimpin usahanya dibidang konstruksi bangunan.
Sementara itu, bagi pengunjung yang ingin ngalap berkah dihari pasaran Senin dan Kamis Wage, ujar kakek & cucu dari 3 anaknya, cukup membawa buah kelapa ijo atau degan yang masih segar dan diambil dari buah yang menghadap ke Timur. Selain itu juga membawa bunga melati sejodo, bunga kantil serta kemenyan, rokok kretek.
“Untuk lebih praktisnya dan lebih komplitnya, alangkah baiknya diserahkan kepada Ahmad Sujeri untuk membelanjakan segala uborampe sesuai tujuan yang dimaksud oleh si pengalap berkah. Kita cukup menyerahkan uangnya saja tergantung kesepakatan. Dan perlu diingat, jika sudah berhasil serta ingin mengadakan syukuran di Giri Langen ini maka ada pantangannya, yaitu jangan membawa masakan sayur osengoseng tempe dan buah pepaya,” jelas KP Hargo Kusuma.
Biasanya bagi pengunjung yang sangat khusyuk saat berdoa di petilasan Ki Ageng Giring, ucap KP Hargo Kusuma, akan diberi penampakkan orang tua berjubah putih, atau akan diserang rasa kantuk yang cukup berat sehingga pengunjung itu akhirnya tertidur. Setelah tertidur pasti akan bermimpi, dan mimpi itu biasanya berupa kiasan yang harus diartikan sendiri maknanya.
“Bisa ditanyakan arti mimpi itu ke orang ‘pinter’ atau ke juru kunci petilasan Ki Ageng Giring. Yaa itu tadi, Pak Ahmad Sujeri,” pungkas KP Hargo Kusuma. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)