Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: DIDATANGI KUNTILANAK BATAM

Kisah Kyai Pamungkas: DIDATANGI KUNTILANAK BATAM

SETELAH DELAPAN TAHUN AKU BEKERJA SEBAGAI KAPSTER DAN PENATA RAMBUT DI SALON MAY WAY JAKARTA, TIBA-TIBA AKU DIAJAK OLEH SESEORANG UNTUK MEMBUKA USAHA SENDIRI DI LUAR KOTA. LOKASI USAHA DI LUAR KOTA YANG DIPILIH ADALAH KOTA BATAM YANG BERADA DI KEPULAUAN RIAU. RELASI BAIK SAYA, SEORANG TIONGHOA KAYA DAERAH SETEMPAT YANG JUGA BERBISNIS DI IBUKOTA, BERKENAN MEMBANGUN SALON YANG DIKATAKANNYA SEBAGAI SALON KECANTIKAN YANG KELAK AKAN PALING BERGENGSI DI KOTA BATAM. ENCIK MAYA, BOSKU DI MAY WAY, KETIKA KUKABARKAN HAL INI, MENDUKUNG PENUH, WALAU SEBENARNYA DIA BERAT MELEPASKANKU.

 

“TIDAK MUNGKIN SELAMANYA KAMU MENJADI PEGAWAI, KARENA SEMAKIN HARI USIA SEMAKIN BERTAMBAH DAN KELAK MENJADI TUA DAN MENJADI TIDAK LAGI BERDAYA. MUMPUNG SEKARANG ADA KESEMPATAN, DAN KESEMPATAN ITU SANGAT BAIK, MAKA HARUSLAH KAMU BERSEDIA SECEPATNYA MENGAMBIL KESEMPATAN ITU. SEBAB KATA PEPATAH, TIDAK AKAN ADA KESEMPATAN BAIK DATANGNYA DUA KALI!” DESIS ENCIK MAYA, KEPADAKU.

 

DENGAN RAUT WAJAH SEDIH, ENCIK MAYA MENGATAKAN BAHWA DIA BERAT MELEPASKANKU KARENA POTENSI YANG KUMILIKI DAN KEBERSAMAAN YANG PANJANG KAMI SELAMA SEWINDU DI MAY NAY YANG SUDAH SEPERTI KELUARGA. TAPI, KARENA PERTIMBANGAN DEMI KEMAJUANKU KE DEPAN SEBAGAI PENATA RAMBUT, MAKA DIA DENGAN SANGAT MENYESAL, TERPAKSA MELEPASKANKU.

 

“BILA KELAK USAHA SALON DI BATAM INI ADI, AKU AKAN SENANTIASA BERDOA SEMOGA USAHA ITU MAJU PESAT. AMIN!” INGKAP ENCIK MAYA, NYARIS BERURAI AIR MATA…

 

SEMUA permodalan salon di Batam itu, adalah ditanggung oleh Encik Lilian Cheng, 40 tahun, wanita pengusaha bidang property dan perdagangan umum. Bentuk kerjasama yang ditempuh bukan cara gajian, tetapi dengan system bagi hasil. Artinya, aku juga pemulik saham salon itu. Encik mendapatkan 60 persen keuntungan, sedangkan aku yang 40 persennya. Encik Lilian terpikir untuk membuka salon besar di Batam, setelah melihat masa depan usaha itu sangat terbuka di kota yang berada di seberang negeri Singapura itu. Di daerah itu, kata Encik Maya, banyak wanita-wanita kelas tengah-atas yang ingin cantik dan tampil bergaya di depan umum, juga agar suami terus-terusan menyukai Sang Istri. Sedangkan usaha salon besar-besaran, hingga saat ini di Batam belum begitu banyak. Encik melihat begitu banyak peluang dan kesempatan usaha The Big Salon itu.

 

“Dunia usaha kecantikan untuk kelas menengah ke atas, masih sangat terbatas di Batam, sedangkan di Batam itu, yang saya tahu, banyak sekali ibu-ibu kaya yang senang berdandan. Maka itu, sudah sejak lama saya ingin membuka usaha salon besar-besaran ini, demi menampung hasrat ibu-ibu yang tak tersalurkan. Selain salon kecantikan, kita juga akan membangun usaha mandi sauna, mandi susu, aroma teraphy, massage dan woman health preparing!” kata Encik Lilian Cheng kepadaku.

 

Encik Lilian Cheng adalah pelanggan tetap May Way Salon tempatku bekerja. Wanita pengusaha yang juga banyak berbisnis di ibukota ini, setiap tiga hari sekali datang untuk melakukan facial, cuci rambut dan mandi susu. Semua pekerjaan menyangkut Encik Lihan ini hanya minta dilakukan olehku. Dia tidak mau dikerjakan oleh pegawai May Way yang lain, padahal pekerja salon besar di Jakarta Pusat ini semuanya berjumlah 14 orang.

 

Bos ku, Mei Lay, 38 tahun, senang sekali kepadaku karena Encik Lilian Cheng mau jadi pelanggan May Way secara fanatik karena keberadaanku. Jujur saja, aku sendiri tidak tahu kenapa Encik Lilian menyukai May Way karena ada aku. Bahkan selain dari Encik Lilian Cheng masih ada 10 pelanggan fanatik lain yang mau jadi langganan May Way karena adanya aku.

 

Kata kakekku di Jogjakarta, Mbah Partoyo, 69 tahun, aku banyak disukai karena aku diisi jimat yang ditanam pada keningku ketika aku masih bayi. Jimat yang diperlakukan seperti susuk itu dibuat Mbah Partoyo untuk semua cucu-cucunya. Untuk adik beradik ku saja, Mbah sudah memasangkan jimat untuk sembilan orang. Semua kakak-kakak dan adik-adikku dipakaikan jimat di jidat oleh kakekku yang memang paranormal itu. Kata kakek, nama jimat yang dipasangkan pada semua cucunya itu adalah adalah jimat Khatbowo, artinya jimat katulistiwa berwibawa. Dengan jimat itu semua pemakainya akan berkharisma, disukai banyak orang karena menarik, simpatik dan cantik. Sedangkan yang pria akan selalu terlihat tampan, bergaya dan bersih. Jimat itu dikatakan kakek diambil dari saripati sinar bulan, saripati sinar matahari dan saripati dari geluduk, Maka itu, semua yang pakai jimat itu, akan disukai banyak orang karena tampan-cantik seperti bulan. Bersinar seperti matahari dan berbahasa lemah lembut rembulan dan bisa sangat berwibawa seperti geluduk yang ditakuti banyak orang.

 

Apa yang dikatakan kakek ini tadinya sulit untuk aku terima dengan nalarku. Tapi setelah melihat semua cucu-cucunya yang sukses dalam bidang masing-masing, aku jadi mulai menghitung keterangan Si Mbah itu, pikirku, bisa jadi semua yang dikatakan benar adanya. Sebab semua cucu-cucunya termasuk kami adik beradik, disenangi banyak orang, disukai lawan jenis dan memperoleh simpati yang besar dari sesami jenis. Pokoknya semua yang menggunakan jimat yang ditanam di kening itu, semuanya mendapat kemudahan di dalam hidup. Memang Si Mbah bilang, bahwaakan menjadi salah bila si pemakai jimat itu jadi berlebihan kepada jimat yang digunakan, hingga jadi mendewakan jimat atau bahkan mengagungkannya. Salah, hal ini akan menjurus kepada hal yang musyrik.

 

“Jimat hanyalah doa, doa dan permintaan yang penuh harapan dan dengan konsentrasi total yang mendalam kepada Allah SWT. Yang harus diagungkan, dimulyakan, dipuji. puji adalah Allah, karena Allah lah yang berkuasa atas ciptaan-Nya, dengan kasih sayang-Nya. Bukan pada jimat itu. Kalau jimat yang dipuji-puji, maka yang memuji kelebihan jimat itu adalah syirik” kata Mbah.

 

Memang, walau sudah tahu sejak lama bahwa Si Mbah menanam jimat di keningku, tapi aku nyaris tidak memerdulikannya. Hidupku berjalan dan menggelinding saja bagaikan roda pedati yang terus berputar, tanpa ingat bahwa ada pengaruh jimat di setiap detik dan menit, jam dan tahun-tahun dalam kehidupanku. Walau ada pesan penting dari Si Mbah, bahwa jimat itu tidak boleh disertai dengan perbutan jahat, seperti zinah, berjudi, mabuk-mabukan dan mencuri.

 

Pokoknya, kata Mbah dengan jimat itu, semua pemakainya haruslah berbuat baik, selalu melangkah ke tempat yang baik. “Paling bagus bila setiap kali bernafas, di luar tidur, haruslah senantiasa berzikir, terus-terusan menyebut nama Allah SWT” pesan Mbah.

 

Alhamdulillah, kini di usiaku yang makin menua, aku dipercaya membangun usaha di kota Batam. Walau daerah ins makin menjauh dari kampung ku di Wonosari, Daerah Istimewa Jogjakarta, tapi aku senang saja menjalani usaha ini karena demi masa depan anak-anakku kelak bila aku bersuami. Pada saat aku sungkem kepada orangtuaku dan Mbah Kakung di Wonosari sebelum berangkat ke Batam, Si Mbah memperbaharui lagi jimat itu dengan mengambil yang lama dengan caranya yang khas, lalu memasukkan jimat yang baru di tempat semula. Saya memperhatikan cara Mbah mengambil jimat yang tertanam di dalam kulit itu sangat mudah, dia hanya menghisap dengan mulutnya, lalu menyemburkan lagi setelah menggantikan jimat yang lama kepada jimat yang baru.

 

Beberapa hari aku berlibur di Wonosari, termasuk main dengan keluarga ke pantai Baron dan Kukup, aku segera berangkat ke Batam. Sesampainya di bandara Hang Nadim, Batam, aku dijemput langsung oleh Encik Lilian dan dibawanya langsung ke salon yang ternyata sudah selesai dibangun, tinggal mengisi alat-alat yang diperlukan. Setelah mempersiapkan isi, Encik segera melakukan jumpa pers dan dua hari kemudian, langsung pula dilakukan grand opening. Begitu dibuka, Alhamdulillah, salon itu ramai betul rungga aku nyaris kewalahan melayami tamu-tamu pelanggan Untunglah, kami merekrut cukup banyak tenaga professional, sehingga semuanya berjalan lancar hingga sekarang ini.

 

Kini salon yang kami beri nama Lilian Cheng Salon itu maju pesat. Nyaris semua ibu-ibu pejabat dan ibu-ibu usahawan di Batam, menjadi pelanggan tetap usaha kami. Ada yang datang untuk mnassage, ada yang datang untuk creambath, cuci rambut, potong kuku, mandi sauna, mand susu, aroma teraphy dan siatsu. Setrap hari terutama hari minggu, salon kami tidak pernah sepi dan aku mendapatkan penghasilan yang cukup besar bahkan 10 kali lipat dari gajiku saat di May Way Jakarta.

 

Karena kesibukannya dengan bisnis-bisnisnya, Encik Lilian Cheng mempercayakan bergeraknya roda usaha salon 100 persen kepadaku. Encik percaya betul kepadaku karena dia tahu bahwa aku tak akan berbuat curang dan selingkuh soal uang. Semua jenis perselingkuhan itu kuwanti-wanti karena mengingat pesan Mbah Kakung menyangkut jimat yang tertanam di dalam keningku ini.

 

Tidak terasa, pada bulan Juli 2010 lalu, aku sudah Jima tahun tinggal di Batam dan menjalankan roda usaha salon Lilian Cheng. Walau aku sudah menjadi bos dengan 23 orang karyawan, tapi aku tetap turun tangan dalam salon itu. Aku masih melakukan pekerjaan apa saja yang bisa aku kerjakan, terutama bila sedang banjir pengunjung. Aku masih memotong rambut, massage, mencuci rambut, facial, potong kuku dan memandikan pelanggan dengan susu.

 

“Mbak sebaiknya enggak usah lagi turun tangan, biarkanlah anak buah yang kerja!” kata Tuan Cheng Huwe, suami Encik Lilian kepadaku. Tapi, sesuai pesan Mbah, aku harus tetap turun tangan karena maju mundurnya usaha salon kami itu, treletak pada tanganku. Bahkan banyak sekali pelanggan yang minta kepadaku agar tanganku sendiri yang memegang mereka. Malah ada beberapa pelanggan yang sampai mengantri untuk kutangani, tidak mau ditangani oleh tenaga yang lain. Hal ini sebetulnya memprihatinkanku, tapi karena jimat di keningku itu sebagai persyaratan, maka aku harus tetap mengerjakan pekerjaan yang sudah tidak layak lagi dilakukan oleh seorang pimpinan.

 

Pada malam Jumat Kliwon tanggal 22 Januari 2010 lalu, sekitar pukul 21.30, salon yang sudah menjelang tutup, kami kedatangan seorang pelanggan wanita cantik berambut acak-acakan. Saat wanita itu masuk, aku duduk di front office dan sedang sibuk menghitung-hitung uang yang masuk ke kas berdasarkan data computer di meja FO. Setiap menjelang tutup salon, sudah menjadi kebiasaanku menghitung uang masuk dari jam 09.00 pagi hingga jam 21.45. Sebenarnya kebijakan jam kerja karyawan sesuai dengan aturan departemen tenaga kerja, yaitu hanya delapan jam. Bila lebih dari hitungan itu, maka karyawan akan mendapatkan uang lembur dan dihitung pula dengan cara per-jam kerja tambahan.

 

Biasanya, setiap tutup salon, aku langsung membagikan uang lembur itu secara langsung, sehingga para karyawan memegang uang untuk kebutuhan transport dan kebutuhan rumah tangga mereka. Pada saat pelanggan cantik itu masuk dan minta dicuci rambut, semua karyawan sudah berdandan untuk pulang. Terutama untuk karyawanku yang wanita. Mereka semua berganti seragam dengan busana biasa, memakai bedak dan bergincu, yang artinya sudah tidak mau menerima tamu lagi dan setelah menerima amplop, langsung pamit padaku untuk pulang.

 

Memang, ada beberapa orang yang menawarkan dirinya untuk menangani tamu terakhir itu, tapi aku yang mencegah mereka. Semua itu kulakukan karena aku ini belum bersuami dan tidak punya anak. Sedangkan mereka, semuanya punya anak dan sudah ditunggu oleh suami dan anak di rumah. Untuk itu, akulah yang terpaksa malam itu menangani tamu berambut lurus berantakan itu. Malam itu aku hanya ditemani Mas Heru, pegawaiku yang tinggal di lantai atas, menjaga salon supaya tidak dibobol maling. Mas Heru adalah seorang karateka Dan II yang pernah menjadi Satpam di diskotik Regina Palace, Bukit Jalil, Batam yang bujangan dan kini bekerja untuk kami. Mas Heru kebetulan berasal dari Kabupaten Gunung Kidul, kecamatan Wonosari seperti aku.

 

“Mbak Saras, aku di depan salon untuk merokok. Bila Mbak membutuhkan saya, tinggal SMS saja saya, saya akan masuk lagi!” desis Mas Heru, padaku.

 

Wanita berambut awut-awutan itu langsung menuju sofa keramas. Dia tidak banyak bicara dan hanya menunjuk bahwa dia ingin keramas. Aku pun segera menyalakan air dan mengoleskan shampoo terbaik untuk rambutnya yang berantakan itu. Tapi aneh sekali, ketika rambut itu saya cuci dan ditarik ke bawah, rambut itu kembali naik. Makin aku turunkan ke bawah, rambut itu makin ke atas.

 

“Lha, kenapa rambut Mbak jadi begini?” tanya saya. Si Mbak yang saya ajak bicara begitu, diam saja, nyaris tidak bergeming sedikitpun. Karena dituntut agar senantiasa menghargai pelanggan dengan segala tabiatnya, aku pun meneruskan usahaku meluruskan rambutnya. Duh Gusti, rambut itu kembali naik bahkan kali ini malah makin berantakan, menyebar ke atas bagaikan ditiup angin.

 

“Maaf Mbak, kenapa ya rambutnya bisa begini, kok kayak kawat?” pancingku. Mbak itu tetap bungkam, bahkan matanya kulihat dari cermin di depannya, dia malah melototkan matanya ke atas. Mata itu bulan besar dan menyala-nyala seperti orang marah.

 

“Mbak, maaf Mbak, mbak kenapa? Sakit?” tanyaku. Perempuan cantik itu diam saja dan matanya nyaris tak berkedip sama sekali. Tapi setelah lama aku perhatikan bola matanya, ternyata mata itu berubah menjadi putih semua. Bola mata hitamnya tidak ada lagi dan dia menunjuk-nunjukkan ujung jarinya pada bagian kepalanya.

 

“Mbak, kenapa mbak, mbak sakit? Sakit apa ini?” desakku, kelabakan, sambil mencari-cari bagian mana yang ditunjuknya. Pikirku, dia sedang migrant, sakit kepala dan minta dipijit-pijit di bagian kepala yang ditunjuknya. Aku segera memijit bagian yang ditunjuk dan tiba-tiba, jariku menyentuh sesuatu seperti besi kecil di ubun-ubunnya!

 

Oh Tuhan, setelah kuperhatikan mendalam, ternyata di kulit kepalanya tertancap sebuah paku dan dia minta aku mencabut paku itu!

 

“Di kepala ibu ini ada paku, tolong diambilkan tang dan obat-obatan. Paku ini harus segera dicabut, ibu ini kena musibah tertusuk paku dan minta pakunya kita cabut. Siapkan pula obat merah dan kapas serta antibiotik dan anti septik!” pintaku pada Mas Heru.

 

Mas Heru segera mengambil benda-benda yang kumaksud sambil menghambur ke lantai atas. Begitu membawakan barang yang kuminta, tubuh Mas Heru yang tegap itu tiba-tiba gemetar, wajahnya nampak gugup dan ketakutan setelah melihat mata pelanggan terakhir ini semuanya putih. Seperti mendapat bisikan gaib dan dorongan yang kuat dari Si Mbah, aku segera mengambil paku itu dengan tang dan mencabutnya.

 

Alhamdulillah, paku itu tercabut tetapi anehnya tidak berdarah sedikitpun. Jadi obat-obatan yang disiapkan menjadi tidak berguna sama sekali karena tidak ada luka di bekas paku itu. Malah, nampak tidak sedikitpun di bagian itu terlihat ada bekas tancapan sebuah paku.

 

Setelah tercabut, Mbak yang menyebut namanya Maria Santika itu, berterima kasih yang teramat sangat kepada kami. Lalu, tiba-tiba rambutnya yang tadinya naik, kembali turun dan anehnya lagi, langsung rapih tanpa dirapihkan olehku. Rambut itu langsung tertata apik dan Mari Santika makin terlihat cantik dan menawar. Matanya yang tadinya putih semua, Kembalj normal dan memancarkan aura yang sangat mempesona. Maria Santika langsung mengeluarkan sejumlah uang di dompetnya yang diberikannya padaku. Dia langsung pamit menuju pintu dan keluar salon.

 

Aku dan Mas Heru segera membuntutinya dan melihatnya di depan salon. Arkian, ternyata di sana tidak ada siapa-siap, kecuali jalanan Nagoya yang mulai sunyi. Maria menghilang bagaikan angin, tidak terlihat sama sekali. Aku segera menelpon Mbah di Wonosari dan Mbah tertawa terpingkal mendengar keteranganku.

 

“Tamu mu yang terakhir itu bukanlah manusia biasa. Dia adalah kuntilanak dan kau telah berhasil menyelamatkannya, yaitu dengan mencabut paku yang ada di kepalanya dan dia kembali ke hutan, kepada habitatnya yang sesungguhnya. Dengan dicabutnya paku itu, dia kembali sempurna sebagai kuntilanak, sempurna di daam kehidupan kelompoknya di kegelapan, bukan menjadi setengah manusia lagi. Bagi bangsa Kuntilanak, bila dikutuk menjadi manusia adalah siksaan hidupnya, maka itu, paku yang ada di kepalanya sebagai kutukan Dewi Kunti itu, dewinya kuntilanak, haruslah dicabut agar dia berbahagia sebagai bangsa jin perempuan. Dia tidak akan gentayangan lagi masuk kota dan menyamar sebagai gadis cantik,” terang Si Mbah, yang membuat aku sangat ketakutan malam itu. Tapi kata Mbah, tidak perlu takut, karena kuntilanak yang kutolong itu tidak akan kembali lagi, selagi dia tidak terkutuk lagi oleh pemimpinnya, Dewi Kunti.

 

Sebelum menutup salon, aku menghitung uang pemberian Maria Santika itu. Uang pecahan seratus ribuan merah itu, ternyata berjumlah 100 lembar yang berarti Rp 10 juta. Uang itu kusimpan di kas Rp 5 jua dan kuberikan Mas Heru Rp5 juta. Kami beranggapan, uang pemberian Kuntilanak itu pastilah uang palsu, dari kertas atau dedaunan. Tapi setelah dibiarkan selama seminggu, uang itu ternyata tetap uang asli dan laku di pasaran. Hingga kini, batinku masih terguncang, di mana pengalaman merawat rambut kuntilanak itu menjadi pengalaman yang sangat berharga selama aku menjadi kapster. Tapi aku berdoa, mudah-mudahan tidak ada lagi Kuntilanak datang ke salon ku di depan nanti dan minta dikeramas rambutnya. Mas Heru yang kebetulan sedang butuh uang untuk ayahnya untuk modal dagang ayam di Wonosari, langsung mengirimkan uang itu. Uang itu diterima dan ayah Mas Heru pun usahanya lancar sampai sekarang. Alhamdulillah.

 

(Kisah ini dialami oleh pengusaha salon Lilian Cheng Batam, untuk penulis). Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: TEROR HANTU KELAPA CUMPLUNG

KyaiPamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: PERSINGGAHAN ARIA SARINGSINGAN MAJALENGKA

adminruqyah

Ngaji Psikologi Bersama Kyai Pamungkas: Jadikan “Kegiatan Melayani” Sebagai Integral Hidup

KyaiPamungkas
error: Content is protected !!