Kisah Kyai Pamungkas: BUS HANTU EKSPRES
Semua menghambur ke arah Yatie yang baru saja datang dari Solo dengan perasaan yang mengharu biru, betapa tidak, sungguh tak disangka ia bisa datang dua puluh menit setelah Anto, sang kakak, meneleponnya dari rumah mereka di Semarang…
Gadis bertubuh semampai dengan kulit kuning langsat, berwajah ayu dengai rambut panjang sebahu, dan lincah, membuat Yatie, 22 tahun, salah seorang SPG berasal dari Semarang, yang bekerja pada sebuah mall terkenal di Solo, dalam waktu dekat memiliki banyak sahabat.
Kebetulan, ia mondok di rumah salah seorang sahabatnya, Erni, gadis Solo, yang juga bekerja di mal yang sama.
Sebagai sahabat, sudah barang tentu, Erni juga mengenal keluarga Yatie yang mukim di Semarang. Maklum, tiap bulan berjalan, khususnya hari libur, kadang, keduanya tampak berjalan-jalan di Simpar Lima, atau Taman Menteri Soebeno. Suatu kawasan tempat warga Semarang berekreasi.
Tak hanya menikmati gurihnya gudeg ceker, kadang, keduanya juga tampak asi menikmati jagung bakar dengan aneka rasa, atau segarnya Soto Bangkong yang terkenal itu.
Berbeda dengan Erni. putri semata wayang, Yatie adalah bungsu dari tiga bersaudara. Anto, si sulung sudah berkeluarga dan mukim di Semarang, tak jauh dari kediaman kedua orang tuanya, sementara, Didik, bekerja sebagai guru di salah satu SMP Swasta yang ada di Demak. Oleh sebab itu, rumah akan terasa hangat jika pada liburan, Didik dan Yatie bisa pulang untuk berkumpul bersama keluarganya di Semarang.
Hal serupa juga mereka lakukan di Solo. Boleh dikata, di mana ada kuliner yang khas, pada waktu tertentu, keduanya pasti tampak bersama-sama menikmatinya. Boleh dikata, di mana ada Erni, pasti ada Yatie, begitu juga sebaliknya. Sehingga, bagi yang baru mengenal keduanya, pasti akan berkomentar, “Yang mana kakak dan yang mana adiknya?”
Biasanya, keduanya hanya tersenyum dan saling pandang. Ya … semua pasti akan menyangka begitu, maklum, wajah keduanya memang amat mirip…
Tak seperti biasanya, beberapa hari belakangan, tanpa sebab yang jelas, Yatie merasa begitu gelisah. Ia tak pernah tahu apa yang menjadi penyebabnya. la mencoba menghubungi sang kakak, baik yang mukim di Semarang maupun Demak, lewat SMS. Jawaban yang diterima juga sama, “semua dalam keadaan sehat tak kurang suatu apa.”
“Lalu, kenapa hatiku selalu berdebardebar?” Demikian pertanyaan yang terus bergayut dalam benaknya.
Namun, ia tak juga menemukan jawabannya. Ketika hal itu disampaikan pada Erni, jawaban yang didapatkan juga tak membuatnya tenang: “Sholat, hanya tempat mengadu yang terbaik.”
Beragam pendapat sudah diterima, beragam saran juga sudah ia lakukan, tetapi, kian hari, kegelisahan itu kian terasa dan mulai mengganggunya. Yatie lebih banyak merenung tanpa ia tahu apa yang dipikirkannya. Oleh sebab itu, Pak Joko, sang supervisor, sampai menegur bahkan memanggilnya Ke ruang kerjanya. Dari beragam pertanyaan yang diajukan, sambil menangis, Yatie hanya bisa menjawab: “Saya sendiri tidak tahu, sebenarnya, apa yang membuat saya seperti ini.”
Bahkan, ketika ia mencoba untuk berkonsultasi dengan dokter, selain resep yang harus ditebus, jawaban yang diterimanya juga tidak memuaskan: “Anda stress.”
Puncaknya sore itu. Yatie semakin tidak tahu apa yang harus dikerjakannya. Beberapa teman yang selalu memperhatikan, akhirnya menyarankannya agar ia minta izin untuk beristirahat. Betapa tidak, hari itu, sejak siang, Yatie tak pernah mampu menjawab pertanyaan pembeli dengan baik. Akibatnya, ada beberapa yang marah, sementara, yang lain malah menggodanya.
Menjelang pukul 22.30, teleponnya berdering. Begitu ia angkat, dari seberang sana terdengar suara dengan nada panik yang teramat sangat, “Usahakan pulang sekarang, bapak tiba-tiba sakit.”
“Hah … baik, saya segera berangkat,” jawab Yatie.
Setelah meminta izin pada Bapak dan Ibu Purwadi, kedua orang tua sahabatnya, dan Erni, bergegas, dengan setengah berlari, Yatie pun menyusuri gang yang tak seberapa panjang itu untuk menuju jalan raya.
Entah kenapa, malam, terasa demikian sepi. Pos ronda di sudut jalan yang biasanya dipenuhi dengan orang-orang yang mengobrol sambil main kartu atau catur dan minum kopi, sekali ini kosong. Yatie tak mau ambil peduli, pikirannya hanya tertuju, segera sampai dan melihat keadaan ayahnya. Untuk mengurangi kegelisahannya, Yatie langsung saja memasang earphone untuk mendengarkan lagu-lagu.
Walau bukan malam Selasa atau Jumat Kliwon, tetapi, suasana malam itu terasa begitu senyap dan tintrim. Langit terlihat lebih hitam dari biasanya, angin seolah enggan bertiup, suasana terasa hampa. Sesekali, dari kejauhan, terdengar suara burung hantu.
Perasaan Yatie kian mengaduk-aduk. Selain ingin segera sampai di rumah dan mengetahui keadaan sang ayah, suasana malam itu juga menambah perasaannya jadi semakin tidak karu-karuan. Rasanya, Yatie ingin berteriak sekeras-kerasnya untuk menghilangkan pepat yang menindih dadanya. “Ufh …!” Hanya itu yang bisa dilakukannya berkali-kali.
Entah pada lagu ke berapa, tiba-tiba, tampak bus menuju Semarang yang berhenti di depannya. Ia langsung naik, dan duduk. Kebetulan, hanya ada satu kursi kosong yang tersisa. Sambil mengucapkan terima kasih pada orang di sebelahnya yang sedang tertidur sambil menghadap jendela, Yatie pun duduk. Alih-alih menjawab, bergerak pun tidak.
Tak seperti biasanya, sekali ini. Yatie merasa malas untuk memperhatikan keadaan sekelilingnya. Parasaannya begitu galau. Ia hanya ingin segera sampai rumah. la ingin tahu keadaan ayahnya. Ia ingin berteriak sekeras-kerasnya. Bahkan, ia juga ingin menangis sejadi-jadinya…
Lamunan Yatie agak terusik ketika ia membayar karcis. Ia langsung menyodorkan selembar uang kertas tanpa memperhatikan wajah sang kondektur.
Tak lama kemudian, ia tersadar ketika bus yang ditumpangi berhenti di Banyumanik. Yatie langsung berdiri dan menoleh ke belakang sambil menyapu pandangan, harapannya, siapa tahu, di bus tersebut terdapat orang yang dikenalnya. dan turun di tempat yang sama. Hatinya langsung tercekat. Semua penumpang yang dilihat berwajah pucat dengan tatapan kosong. Tanpa membuang waktu, Yatie pun bergegas ke luar. Begitu kakinya menginjak tanah, bus tersebut langsung tancap gas dan menghilang di tikungan jalan yang mengarah ke jalan tol. Para tukang ojek yang berkumpul di sudut jalan, tampak terkejut melihat kehadirannya. Yatie langsung menyebutkan Suatu nama sambil naik. Ketika sampai di rumah, Yanto yang meneleponnya tampak terkejut.
“Ah … Yatie?” Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Semua yang mendengar langsung : menghambur keluar dan memeluknya. Hati Yatie langsung kian berdebar, ia yakin, sang ayah pasti sudah tiada.
“Bapak …?” Katanya lirih. “Bapak sudah mulai membaik,” ujar Didik sambil memeluk adiknya, “menurut dokter, sekarang, bapak tidak boleh terlalu capek,” tambahnya.
Yantie hanya mengangguk, tak lama kemudian terdengar suaranya, “justru yang bingung aku, rasanya baru dua puluh menit nelepon, ujug-ujug, Yatie sudah sampai.”
Seisi rumah menatap Yatie dengan pandangan penuh tanya. Untuk beberapa waktu, Yatie juga tak mampu berkata-kata. Setelah meminum beberapa teguk air yang disodorkan oleh salah seorang tetangganya, Yatie seolah baru tersadar.
“Lho… kok cepet banget. Rasanya di bus, aku tidak tertidur sama sekali,” gumamnya sambil memperhatikan arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.
“Subahanallah…”” hanya itu yang terlontar dari mulutnya. Yatie pun langsung sujud syukur. Semua hanya memperhatikan, tak lama kemudian, Yatie pun hanya bisa berkata, “Jangan-jangan, aku naik bus hantu.”
Semua yang ada langsung bergumam. Gumaman tersebut mendengung bak ratusan lebah yang sedang terbang di sekeliling sarangnya.
Menanggapi hal tersebut, Pak Kromo salah seorang tetua kampung langsung saja berkata: “Yang penting, Nak Yatie sudah sampai dengan selamat. Sudah tidak perlu dibahas, nanti malah takut atau membuat kita jadi syirik. Anggap saja, itu semua merupakan karunia-Nya. Dengan segala kekuasaan-Nya, Ia mengabulkan doa Yatie yang ingin segera melihat keadaan bapaknya.”
Semua yang hadir mengangguk tanda setuju. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)