Panggonan Wingit:
MISTIS DI PULAU CONDONG
DI ANTARA KEINDAHAN ALAMNYA, PULAU CONDONG JUGA MENYIMPAN LEGENDA MISTIS TERSENDIRI. BENARKAH ADA BANGSA HALUS YANG MENGHUNI PULAU INI…?
Pasir putih, langit biru, dan sunset yang menakjubkan adalah kombinasi yang dimiliki Pulau Condong. Tidak salah bila pulau ini bisa dijadikan sebagai lokasi hiburan alternatif yang murah dan mudah dijangkau. Tapi di sisi lain, di kawasan pulau ini bersemayam sosok-sosok mahkluk halus. Warga setempat percaya, mereka yang bersikap congkak akan menjadi korbannya. Benarkah demikian?
PULAU CONDONG adalah sebuah pulau kecil yang terletak di Provinsi Lampung, memiliki daya tarik alam dan petualangan yang tak kalah dengan pulau-pulau kecil terkenal, baik yang tersebar di Bali maupun Lombok.
Alur gelombang datar seirama tarikan napas bergantian menghantam pantai pulau Condong yang berpasir putih. Memang indah di bawah kemilau matahari pagi. Beberapa nelayan tampak berjejer di sepanjang garis pantai dan pulau yang berseberangan, menyala dan memancing ikan.
Letak pulau Condong tidak jauh di seberang daerah Pantai Pasir Putih. Dibutuhkan waktu sekitar 7-8 jam untuk sampai di pulau ini dari Jakarta. Oleh karena itu disarankan berangkat pagi-pagi sekali agar tidak kemalaman tiba di Pasir Putih. Bila sudah gelap, tidak ada kapal boat yang mau menyebrang walau pun hanya dibutuhkan waktu kurang lebih 10 menit dari Pasir Putih ke pulau Condong.
Seperti juga yang penulis lakukan saat berwisata dengan sebuah tim. Sebelum menyeberang ke pulau Condong salah seorang dari kami memesan beberapa jerigen air bersih untuk masak dan mandi, Tak lupa kami pun berbelanja bahan-bahan makanan untuk beberapa hari.
“Jangan lupa beli ubi dan jagung untuk dibakar nanti malam,” seorang teman mengingatkan.
Maklum, di pulau Condong tidak terdapat penjual makanan. Penduduk di pulau ini sangat sedikit. Hanya sekitar 25 kepala keluarga, dan hampir semuanya berprofesi sebagai nelayan. Kalaupun ada yang berdagang, mereka hanya menjual souvenir berupa kerajinan kulit kerang untuk menambah penghasilan sehari-hari.
Begitu tiba di pulau ini tim penulis langsung disambut oleh petugas penjaga pulau dan diwajibkan membayar tiket tanda masuk yang tidak seberapa jumlah nominalnya. Pada hari weekend dan hari libur nasional lainnya, pulau ini disinggahi oleh turis lokal yang datang untuk berenang atau sekadar menikmati pemandangan alam.
“Biasanya banyak yang datang berduaan di sini untuk melihat matahari terbenam,” jelas Yusabiran, 37 tahun, warga setempat yang bersedia menemani penulis mengelilingi pulau.
Sungguh romantis. Itulah salah satu suasana yang ditawarkan oleh pulau yang eksotis ini.
“Pulau ini memang indah dan ombaknya tidak begitu besar. Tidak seperti di Parangtritis atau di Pelabuhan Ratu,” kata Yusabiran.
“Tapi pada hari-hari tertentu ombak di sini malah bisa lebih besar dan menggunung. Itu pertanda laut akan meminta tumbal. Menurut cerita yang beredar, ada sepasang ular dumung, ular bertanduk yang bertubuh besar. Konon besarnya sebesar gulungan kasur. Ular siluman penghuni laut di dekat pulau ini sedang bangun dan ingin mencari mangsa, lebih tepatnya mencari tumbal,” lanjutnya dengan hati-hati.
Konon, biasanya ular dumung bertanduk penghuni pulau Condong itu akan muncul menampakkan wujudnya saat menjelang bulan Suro dan Maulud menurut hitungan kalender Jawa.
Apa yang diungkapkan Yusabiran ternyata lain dengan apa yang di alam Sunarto (52), penduduk asli setempat. Pria keturunan suku Madura ini menambahkan bahwa sesungguhnya yang menghuni pantai laut pulau Condong itu adalah sepasang ikan cucut siluman. Ukurannya sangat besar sekali. Panjangnya kira kira lima meter lebih.
“Tiga tahun lalu saya pernah ikut teman pergi mencari ikan di sekitar pulau di depan sana ini. Saat menjelang matahari terbenam kami melihat seekor binatang muncul dan berenang. Saya terpana, teman saya bilang bahwa itu ikan cucut siluman penuggu laut ini. Dia akan mengambil mangsa pada hari-hari tertentu saja dan yang akan dijadikan mangsanya Kebanyakan orang-orang yang berperilaku sombong dan angkuh,” tutur Sunarto juga dengan sed hati-hati.
“Tapi kalau kita cerita pada orang-orang yang suka datang dan berwisata ke pulau ini, rata-rata sih tidak percaya, malah tidak sedikit dari mereka yang mencibir,” tambahnya.
Siapa yang percaya? Rasanya memang sulit untuk mendapatkan jawaban itu. Ombak Laut di pulau Condong alunannya lembut. Deburnya tak setinggi gemuruh Pantai Selatan Laut Jawa. Pantai tempat bermain anak-anak berlarian, pasangan muda-mudi tengah bermadu kasih, mengungka cinta dan keceriaan. Orang-orang tua menggelar tikar sambil bersantap bersama keluarga.
Jadi tak ada kesan bahwa pantai di pulau Condong ini mengandung kekuatan yang bersifat gaib. Bahwa di dalam laut yang tenang sejenis mahkluk ganas bernama ular dumung bertanduk, mahkluk siluman nan ganas itu berasal dari selat Sunda yang berk pada laut Selatan. Sepasang makhluk ini konon memang pernah dipelihara Kaniang Ratu Kidul. Karena melakukan kesalahan yang begitu fatal, maka mereka dilepas dengan jalan disingkirkan ke luar Pantai Selatan.
MALAM ITU, suasana basecamp tak kalah romantis. Kami melihat beberapa tenda yang mengelilingi api unggun. Ditemani suara ombak, menyantap ubi dan jagung bakar dengan lahap. Maklum saya, setelah perjalan panjang dengan bawaan peralataan memanjat yang cukup berat, energi terasa agak sedikit berkurang. Tujuan datang ke pulau itu salah satunya untuk melakukan panjat tebing. Sebab tantangan bagi jiwa maskulin kami, pemanjatannya sendiri, baru akan realisasikan pada hari kedua, keesokan harinya, 600 meter yang memiliki tingkat kesulitan lebit tinggi dari satunya.
Sebelum memulai pemanjatan di tebing adventure, kami melakukan pemanasan terlebih dahulu di tebing sport. Akhirnya kami pun menjajal tebing adventure yang terasa menjulang di hadapan kami. Di butuhkan waktu berjam-jam untuk mencapai puncak tebing. Namun yang mengembirakan, di tengah tengah pemanjatan yang melelahkan, kami menemukan sarang burung Elang Laut di dalamnya. Sebuah pemandangan yang sangat langka dijumpai. Hal ini cukup membantu mengurangi rasa lelah apalagi saat membalikan badan, tampak hamparan samudera Indonesia dan samar-samar jejak Bukit Barisan. Rasa lelah dan takut lenyap seketika. Berganti dengan kekaguman, dan rasanya tubuh ini enggan untuk turun. Rasanya ingin juga membuat tenda di sisi tebing curam itu, namun itu memang tak mungkin kami lakukan. Ketika akhirnya kami turun, matahari sudah hampir terbenam.
Dengan ditemani secangkir kopi dan sekeping biskuit, kami duduk di pinggir pantai menyaksikan tenggelamnya matahari yang nampak menakjubkan. Pada malam malam tertentu, di tebing ini sering terdengar suara suara desisan yang cukup aneh. Kalau diteliti secara saksama, sepintas suaranya mirip dengan desisan ular. Sebagian orang mempercayai, suara itu memang suara desisan ular, tapi berukuran raksasa atau lazim disebut naga, yaitu mahkluk halus penunggu pulau Condong ini, kisah Yusabiran pada penulis.
Namun sekali lagi Yusabiran menegaskan, pulau Condong dan alam sekitarnya memang dihuni sejumlah mahkluk halus. Sedangkan ular dumung dan ikan cucut siluman yang berada di kawasan lautnya, di samping sebagai penguasa seluruh mahkluk halus di kawasan itu, secara khusus dia menunggu dasar laut pulau Condong.
TENGGELAMNYA matahari bagai sinar emas, tampak kemilau. Tak terdapat tanda apa-apa di sana, tak ada angin. Tapi di saat penulis menyapu sisi pantai senja itu, ombak bergulung datang, seperti ingin menjamah kaki. Dengan sedikit membaca doa penghubung penulis mencoba berdiri di pesisir, memandang ke tengah, merasakan sapuan angin laut yang penampak garing dan berbau khas alam laut. Burung-burung terbang melintas. Saat itulah penulis merasakan ada getar-getar gaib terasa. Beberapa bayangan muncul dalam pandangan astral.
Dalam pandangan astral itu ternyata bukan mahkluk berjenis ular dumung bertanduk atau ikan cucut siluman yang menampakkan sosoknya, melainkan para penghuni pantai lainnya. Hantu-hantu laut at yang beragam wujud. Beberapa hantu air yang berkepala seperti ikan dan memiliki efek panjang nampak dalam pandangan astral itu. Tak ada sambutan yang mereka berikan pada penulis.
Keesokkan harinya, sebelum pulang kami menghabiskan waktu dengan berenang dan melakukan snorkeling. Di sekitar pulau itu masih banyak terdapat terumbu karang dalam keadaan cukup baik, belum lagi dengan kejernihan air laut yang tampak berkilau, makin melengkapi kepuasan hati. Sayang kami hanya punya waktu tiga hari untuk menikmati pulau Condong yang indah ini. Rasanya memang waktu menjadi begitu pendek, seolah tak pernah cukup untuk menikmati keeksotikkan dan suasana romantis yang diberikan pulau Condong.
Alam gaib memang aneh dan amat berbeda dengan alam nyata. Pantai pulau Condong tidak begitu ganas selama kita tidak berlaku angkuh dan sombong pada sesama ciptaan-Nya, karena di mana pun yang namanya siluman air paling suka bertempat tinggal di lokasi seperti itu. Oleh karena itu sebelum melakukan sesuatu serahkan diri kita pada kekuasaan Tuhan, dan jangan lupa untuk selalu menyebut nama-Nya. Karena, tak ada yang lebih berkuasa selain Allah SWT. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: susuk.online
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)